Dalam Debat Cawapres 22 Desember 2023 lalu, persinggungan antara Cawapres nomor urut 1, Abdul Muhaimin Iskandar (Cak Imin), dan Cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, menarik perhatian publik, khususnya dalam konteks kejujuran dan respons terhadap kritik.
Salah satu momen menarik dalam debat tersebut adalah ketika Cak Imin dengan tegas mengakui ketidakpahamannya terhadap pertanyaan Gibran Rakabuming Raka mengenai State of Global Islamic Economy (SGIE).
Pada awalnya, Anies Baswedan, calon presiden dari pasangan Anies-Cak Imin, menekankan pentingnya terbuka terhadap gagasan dalam sebuah demokrasi. Ia menyatakan bahwa gagasan yang bersifat terbuka untuk diperdebatkan adalah landasan membangun kehidupan demokrasi yang sehat di Indonesia. Hal ini menjadi pijakan untuk membahas bagaimana pasangan calon AMIN merespons kritik dan pertanyaan di dalam debat.
Cak Imin sendiri menjadi sorotan ketika menghadapi pertanyaan Gibran mengenai SGIE. Alih-alih berdalih atau mencoba untuk menjawab tanpa pemahaman yang jelas, Cak Imin dengan tulus mengaku tidak paham dan meminta penjelasan lebih lanjut dari Gibran. Respons ini diterima dengan positif oleh sebagian besar warganet di media sosial, yang mengapresiasi kejujuran Cak Imin dalam mengakui keterbatasannya.
Baca Juga: Warganet Puji Kejujuran Cak Imin saat Debat Cawapres
Beberapa netizen menilai bahwa kejujuran Cak Imin saat menghadapi pertanyaan yang kurang familiar adalah sebuah momen keren. Mereka menilai bahwa sikap terbuka dan tulus seperti ini adalah sikap yang patut dihargai dalam dunia politik yang seringkali dipenuhi dengan retorika dan penyembunyian informasi.
Akun-akun di media sosial bahkan menyebutnya sebagai momen yang memperlihatkan karakter seorang pemimpin yang tidak takut untuk mengakui ketidakpahamannya.
Di sisi lain, reaksi terhadap Gibran juga menjadi sorotan. Beberapa warganet menilai bahwa pertanyaan yang diajukan dengan menggunakan istilah yang kurang umum merupakan sebuah strategi untuk menciptakan kesan bahwa lawan debatnya kurang memahami. Kritik ini muncul dengan mengingatkan akan strategi yang serupa yang pernah digunakan oleh figur politik tertentu di masa lalu.
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Teguh Dartanto, menambahkan perspektifnya mengenai pentingnya memberikan konteks isu dan persoalan dalam melontarkan pertanyaan. Ia juga menekankan bahwa model pertanyaan harus jelas, bukan menggunakan model singkatan yang mungkin kurang familiar bagi lawan debat.
Dalam keseluruhan, kejujuran Cak Imin dalam mengakui ketidakpahamannya terhadap pertanyaan tertentu dan respons positif dari warganet menyoroti betapa pentingnya integritas dan sikap terbuka dalam konteks politik. Meskipun debat politik sering kali menjadi ajang adu argumen dan keterampilan retorika, momen kejujuran seperti ini dapat menjadi penentu dalam membangun citra seorang pemimpin yang transparan dan tidak takut menghadapi kritik.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Amry Nur Hidayat
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement