Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Arya Sinulingga Sebut Kasus Antam dan Budi Said Aneh, Ini Sebabnya

Arya Sinulingga Sebut Kasus Antam dan Budi Said Aneh, Ini Sebabnya Kredit Foto: Ayu Rachmaningtyas Tuti Dewanto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menyebut bahwa Kementerian BUMN telah mengecek masalah antara PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan Budi Said, karena Antam saat ini tengah menerima mandat untuk pengelolaan nikel dari Presiden Jokowi dalam hilirisasi. 

"Urusan BS dengan Antam bukan salah paham, ini dibuat sengaja untuk salah paham, sesederhana itu," tegas Arya. 

Arya menjelaskan urusannya adalah pembelian emas 7 ton dengan harga Rp 3,5 T yang dalam versi Budi Said seharusnya ada diskon dari Antam kalau belinya banyak. Sementara itu, Antam memberikan emas sesuai pesanan tanpa diskon. 

"Eh Budi Said tanya, diskon mana? diskon 20%, ini saya jadi bingung, ini besar sekali. sementara kalau pembelian untuk dapat diskon itu harus whole sale dengan kontrak dan hanya sebesar 0,65%," tegas Arya. 
Baca Juga: Kementerian BUMN Buka Suara Soal Kasus Antam vs Budi Said: Antam Tak Mengabaikan Apapun!

Menurut Arya, seharusnya Budi Said sebagai pengusaha apa tidak merasa aneh kalau bisa dapat diskon 20% yang menurut Arya too good to be true. Arya menyebutkan, Antam memang memberikan ruang untuk buyback, namun itupun selisih tipis tidak sampai 20%. 

"Kalau diskon 20%, marginnya bisa 15-16% bedanya, misal saya beli emas dan saya jual lagi, itu bisa untung sampai 15%. Itu bisa jadi investasi paling hebat di dunia. Ini bisa jadi investasi paling hebat, dalam 1 detik 15-17%. tiap hari aja beli emas di antam dalam 1 detik, tidak tunggu setahun, ORI aja 6% per tahun. Ini 1 detik 15-16% sekali investasi, saya salut sekali dengan BS, bisa tahu antam bisa begini, belum ada orang sekeren pak BS, bagi semua mari belajar dengan BS, dalam 1 detik dapat gain 15-16%," kelakar Arya. 

Pakar Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Dr Teddy Anggoro mengatakan hal ini bisa menjadi dampak negatif saat PKPU dibacakan kepada independensi BUMN. 

"Mau ga mau BUMN yang kena PKPU harus mengeluarkan biaya yang seharusnya tidak dikeluarkan padahal dia sehat. Selain itu, ada perlambatan tata kelola, dan negara yang dirugikan," tegas Teddy. 

Untuk diketahui, menurut Teddy selama ini banyak PKPU dipaksakan kepada perushaan sehat sehingga cost yang dikeluarkan bisa mencapai 22% dari harta pailit. 

Selain itu, ia juga menyoroti bahwa Antam adalah BUMN yang merupakan bagian dari pemerintah dan memiliki kepentingan publik. Oleh karena itu, PKPU hanya bisa dilakukan oleh Kementerian Keuangan, bukan oleh pihak swasta.

“Apalagi, ada beberapa kasus permohonan PKPU sebelumnya yang ditujukan kepada entitas milik pemerintah, dan ditolak oleh pengadilan. Dari kasus-kasus itu, seharusnya pengadilan juga menolak permohonan PKPU yang diajukan oleh Budi Said,” tambahnya.

Baca Juga: Gugatan PKPU Antam oleh Budi Said Dinilai Salah Alamat, ini Alasannya...

Untuk diketahui, berdasarkan putusan dari Pengadilan Negeri Surabaya, sengketa bermula ketika Budi Said mendapat informasi adanya emas dengan harga diskon yang dijual di butik emas Antam di Surabaya atau BELM Surabaya 01 Antam.

Kemudian pada 19 Maret 2018, Budi Said mendatangi kantor BELM Surabaya 01 Antam untuk memastikan informasi tersebut. Pada saat itu, Budi Said bertemu dengan Eksi yang mengaku sebagai Marketing di PT Antam. Belakangan diketahui, Eksi bukanlah karyawan atau marketing PT Antam, Eksi adalah broker atau calo.

Dalam pertemuan di kantor BELM Surabaya 01 Antam itu, hadir pula Endang Kumoro selaku Kepala BELM Surabaya 01 Antam dan Misdianto selaku tenaga administrasi BELM Surabaya 01 Antam.

Budi Said kemudian mendapat penjelasan dari Eksi mengenai cara pembelian emas harga diskon. Eksi kemudian menawarkan emas batangan kepada Budi Said dengan harga Rp 530 juta per kilogram. Penerimaan barangnya 12 hari kerja setelah uang diterima Antam.

Usai pertemuan, Eksi menawarkan diri menjadi kuasa Budi Said selaku pembeli. Alasannya, agar Budi Said tidak sulit mengurus administrasi pembelian. Atas penawarannya itu, Eksi meminta komisi Rp 10 juta per kilogram emas yang dibeli Budi Said.

Budi Said tertarik dengan tawaran tersebut. Terlebih, Eksi meyakinkan Budi Said dengan mengaku sudah memiliki 14 orang pembeli (funder).

Budi Said kemudian melakukan sejumlah transaksi melalui Eksi. Total ada 73 transaksi pembelian emas yang dilakukan Budi Said melalui Eksi. Dengan nilai beli Rp 505 juta sampai dengan Rp 525 juta per kilogram yang disebut merupakan harga diskon.

Uang yang sudah dikeluarkan Budi Said adalah sebesar Rp3.593.672.055.000 (Rp 3,5 triliun). Seharusnya Budi Said, sebagaimana kesepakatan, mendapatkan emas dengan berat 7.071 kilogram (7 ton). Namun, ia baru menerima 5.935 kilogram (5,9 ton).

Sehingga ada kekurangan 1.136 kilogram (1,1 ton). Tidak sesuai dengan faktur yang diterimanya. Budi Said pun kemudian curiga menjadi korban penipuan. Ia kemudian melaporkan kejadian itu ke polisi pada 20 Januari 2019.

Kasus ini berujung hingga pengadilan dan mulai disidangkan pada September 2019.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: