Temuan survei Indonesia Elections and Strategic (indEX) Research menunjukkan tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi kini mencapai 82,4 persen. Dari sebanyak itu, di antaranya 12,7 persen bahkan menyatakan sangat puas dipimpin oleh Jokowi. Hanya ada 15,8 persen yang merasa tidak puas, termasuk 2,0 persen yang menyatakan tidak puas sama sekali, dan sisanya 1,8 persen menyatakan tidak tahu/tidak jawab.
Dengan tingkat kepuasan publik yang sangat tinggi, praktis publik menaruh harapan besar bahwa program-program Jokowi yang sudah berjalan selama ini dapat dilanjutkan oleh kepemimpinan nasional baru hasil Pemilu 2024 mendatang.
Mayoritas publik akan cenderung memilih pasangan capres-cawapres yang paling kuat komitmen soal keberlanjutan, dan tentunya didukung oleh Jokowi sendiri. Sebaliknya, capres-cawapres yang menyerukan perubahan hanya akan memperebutkan ceruk suara ketidakpuasan yang jumlahnya kecil.
“Tingginya tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi hingga mencapai 82,4 persen menunjukkan bahwa publik bakal memilih capres yang didukung Jokowi dan komitmen soal keberlanjutan,” ungkap Direktur Eksekutif indEX Research Vivin Sri Wahyuni dalam siaran pers di Jakarta, pada Selasa (16/1).
Menurut Vivin, sikap Jokowi yang terus-menerus melakukan cawe-cawe dalam pemilu kali ini demi memastikan keberlanjutan program selama dua periode berjalan.
“Belakangan Jokowi kembali dituding berpihak setelah menjamu makan malam Prabowo,” ujar Vivin.
Selain dengan Prabowo, pertemuan juga dilakukan dengan pimpinan partai-partai yang berasal dari koalisi pengusung.
“Jokowi ingin mengirim pesan adanya dukungan terhadap pasangan Prabowo-Gibran yang diusung oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM),” tandas Vivin.
Demikian pula dengan ketidakhadiran Jokowi dalam peringatan ulang tahun PDIP yang ke-51.
“Perpecahan antara Jokowi dengan PDIP yang mengusung pasangan Ganjar-Mahfud makin nyata, padahal sebelumnya Jokowi dan PDIP merupakan simbiosis mutualisme,” tegas Vivin.
Jokowi diusung PDIP sejak menjabat walikota Solo hingga masuk ke DKI Jakarta dan bertarung pada Pilpres 2014 dan 2019.
“Sebaliknya, Jokowi pula yang memastikan PDIP memenangkan dua kali pemilu berturut-turut, setelah sebelumnya dua periode menjadi oposisi,” lanjut Vivin.
Baca Juga: Jokowi Heran Soal Minimnya Lulusan S2 dan S3, Anies: Memang Itu Faktanya
Harus dicatat pula, pada Pilkada DKI Jakarta 2012 yang membawa Jokowi dari Solo ke Jakarta juga ada Gerindra.
Saat itu koalisi terbangun antara PDIP dan Gerindra, di mana Megawati dan Prabowo maju berpasangan pada Pilpres 2009.
Dukungan dan keberpihakan yang ditunjukkan Jokowi kepada Prabowo-Gibran merupakan untuk mempertebal dukungan kepada pasangan nomor urut dua itu.
Baca Juga: Anies Baswedan soal Program-Program Era Bung Karno hingga Jokowi: Jika Baik akan Kami Teruskan!
“Prabowo-Gibran terus berusaha menarik swing voter dan menggerus basis pendukung Ganjar-Mahfud,” jelas Vivin.
“Upaya itu sekaligus untuk memastikan Pilpres berjalan dalam satu putaran, di mana suara yang diperoleh Prabowo-Gibran diproyeksikan menembus 50 persen,” terang Vivin.
Wacana agar Pilpres berlangsung satu putaran terus digaungkan oleh koalisi partai-partai dan relawan.
Gencarnya upaya untuk mendorong Pilpres satu putaran memaksa kubu Anies-Muhaimin membuka kerja sama dengan Ganjar-Mahfud.
“Kedua kubu itu berharap Pilpres tetap dua putaran, dan salah satunya bisa lolos ke putaran berikutnya,” lanjut Vivin.
Sebagai catatan, PDIP sebagai pengusung utama Ganjar-Mahfud dan PKS yang paling getol menyerukan perubahan selama ini selalu berada pada posisi diametral.
“Perlu kerja keras untuk bisa menyatukan dua kekuatan yang ibaratnya seperti minyak dengan air,” Vivin mencontohkan.
“Di sisi lain, PDIP sebagai partai nasionalis utama mempertaruhkan ideologinya jika ingin membangun kerja sama dengan PKS dan Anies Baswedan yang selama ini diidentikkan dengan politik identitas, seperti terjadi pada Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu,” Vivin mengingatkan.
Upaya semacam itu bahkan berisiko membuat basis pendukung Ganjar-Mahfud yang didominasi pemilih nasionalis untuk semakin bergeser memilih Prabowo-Gibran.
“Elektabilitas Ganjar-Mahfud yang menurun dan disalip Anies-Muhaimin berpotensi semakin anjlok,” pungkas Vivin.
Survei Index Research dilakukan pada 3-9 Januari 2024 terhadap 1200 orang mewakili semua provinsi. Responden dipilih secara acak bertingkat (multistage random sampling) dan diwawancara tatap muka. Margin of error survei sebesar ±2,9 persen, pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait:
Advertisement