Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Timnas Pertanyakan Rekor Bansos Terbesar Sepanjang Masa: Karena Krisis atau Demi Dukungan Suara?

Timnas Pertanyakan Rekor Bansos Terbesar Sepanjang Masa: Karena Krisis atau Demi Dukungan Suara? Kredit Foto: Bayu Muhardianto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Juru bicara Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) Surya Tjandra mempertanyakan rekor terbesar bantuan sosial (bansos) terbesar sepanjang masa yang diraih Pemerintah.

Surya menilai, pemerintah perlu jujur menjelaskan rekor tersebut. Dia mempertanyakan, distribusi bansos itu dialirkan karena meningkatnya kemiskinan atau karena gelaran politik. 

“Bansos ini karena krisis atau karena jelang Pemilu dan ingin meraih dukungan suara pemilih? Kalau krisis berarti kemiskinan meningkat, kalau untuk Pemilu itu tidak pantas dilakukan karena memanipulasi kebutuhan rakyat miskin,” kata Surya dalam keterangannya, Selasa (30/1/2024).

Baca Juga: Siap Berantas Mafia Pertanian, Anies-Cak Imin: Petani Makmur, Harga Pangan Murah

Pasalnya, kata Surya, Kemendagri sebelumnya juga menyebut pegawai negeri sipil (PNS) miskin dengan penghasilan Rp7 juta per bulan berhak dapat zakat. 

“Apakah ini berarti di bawah Rp 7 juta per bulan masuk dalam kategori rawan miskin? Lalu bagaimana dengan penetapan upah minimum yang berada di bawah Rp 7 juta per bulan berarti ada kemiskinan 'by design'?" katanya.

Menurutnya, mengerikan jika perekonomian rakyat terus bertopang pada bansos. Bahkan, Surya menilai program makan gratis adalah sebuah keironisan untuk Indonesia yang masuk dalam kategori negara menengah ke atas.

“Keanggotaan Indonesia di G20 pun menjadi tanda tanya jika kita masih mengucurkan bansos dan program makan gratis. Itu artinya ada kesenjangan besar sekali di antara kelas sosial di Indonesia. GDP kita jadinya semu, karena bukan pencerminan yang riel atas kesejahteraan rakyat,” ujarnya.

Baca Juga: Anies Baswedan Dinilai Paling Siap Jadi Pemimpin Indonesia untuk Hadapi Tantangan Internasional

Data Credit Suisse tahun 2018, 1% kuasai 46,6% kekayaan di negeri ini. Saat ini diyakini makin memburuk. Kemiskinan banyak di kalangan nelayan dan petani, mereka mewakili sekitar 39% populasi, tetapi GDP yg mereka nikmati hanya sekitar 18% saja. 

Ia menambahkan, mereka tinggal di desa-desa, mestinya yang dilakukan Pemerintah adalah memakmurkan desa untuk mengurangi ketimpangan. Sayangnya, kita belum punya program penguatan ekonomi desa yang jelas.

“Ketimpangan jelas meningkat, itu pun sudah diguyur berbagai bansos dan BLT, yang sumbernya dari utang. Serta hanya menyentuh 22,3 juta, jadi tak semua dapat bansos - hanya 20 persen dari yang seharusnya mendapat bantuan. Ini jelas masalah besar!" ungkap Surya.

Ia pun menyitir peraih Nobel, Joseph Stiglitz, “Satu-satunya kesejahteraan yang berlanjut adalah kesejahteraan yang terdistribusi.” 

“Jika ekonomi tumbuh tetapi timpang, siap-siap saja akan terjadi kekacauan,” tandasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Andi Hidayat
Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: