Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Anomali Data Exit Poll Gerindra Unggul Tapi Berbeda di Quick Count

Anomali Data Exit Poll Gerindra Unggul Tapi Berbeda di Quick Count Tinta pemilu | Kredit Foto: Antara/Antara/Rafiuddin Abdul Rahman
Warta Ekonomi, Jakarta -

Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menjelaskan penyebab data quick count berbeda dengan exit poll. Menurut Dedi, ada sejumlah faktor yang menyebabkan perbedaan data mulai dari kekeliruan mengambil sampel maupun responden yang tidak jujur.

Dari data Exit Poll Indikator Politik Indonesia pasa 14 Februari 2024, elektabilitas partai Gerindra mencapai 20,5 persen. Namun, dari sejumlah lembaga survei di quick count angka elektabilitas Gerindra hanya  sekitar 13 persen lebih.

Baca Juga: SMRC: PDIP Unggul di Pileg 2024

Dedi menerangkan, data quick count dan exit poll itu punya akurasi yang baik jika angka keduanya tidak selisih jauh. Tapi, jika selisihnya cukup jauh maka kemungkinan ada kekeliruan dalam mengambil sampel.

"Sebenarnya kita bisa mempercayai antara quick count dan exit poll itu punya akurasi yang baik kalau diantara keduanya memiliki kedekatan tidak lebih dari 2,5 persen selisihnya," kata Dedi saat dihubungi, Jumat (16/2).

"Tapi kalau sampai lebih dari itu apalagi cukup jauh maka kita punya peluang untuk tidak percaya pada dua duanya exit poll dan quick count, karena punya peluang keduanya mungkin keliru dalam mengambil sampel," sambungnya.

Dedi melanjutkan, faktor lainnya adalah bisa saja dalam exit poll itu responden tidak menjawab dengan jujur dan surveyor tidak bisa mendeteksi mereka yang memilih PDIP namun menjawab Gerindra.

"Karena mungkin tren pilpresnya memilih Prabowo Subianto, jadi secara spontan mereka memilih Gerindra itu bisa saja, artinya ketidakjujuran itu terlebih sepanjang hari hari terkahir jelang pemilihan umum survei sering dilakukan," ucapnya.

"Sehingga mungkin ada responden yang merasa lelah dalam menjawab apa yang disebut dengan political fatigue, kelelahan dalam berpolitik kira kira begitu, ya sehingga jawaban mereka menjawab saja," kata Dedi.

Sebaliknya, kata Dedi, jika data exit poll nya benar maka ada kekeliruan dalam memasukkan data di quick count. Sebab, sampling exit poll dengan sampling quick count adalah sama. Dalam arti, ketika dua responden di wawancara dari TPS 1, maka data quick countnya juga diambil dari TPS tersebut.

"Jadi memang ini cukup di lematis, yang bisa menjawab ini tentu real countnya nanti, kalau real countnya nanti benar sesuai exit poll maka exit poll bisa kembali dipercaya, kalau real countnya yang benar adalah versi quick count itu juga bisa dipercaya," terangnya.

Baca Juga: Peneliti Singgung Approval Rating Jokowi Soal Kekalahan Ganjar-Mahfud di Kandang Banteng

"Tapi hal yang paling mudah adalah ketika ada dua kegiatan dilakukan oleh satu lembaga dan jaraknya berbeda jauh sementara dua kegiatan itu linier maka ada baiknya diabaikan," tutup Dedi

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: