Sebut Adanya Kecurangan TSM di Pemilu 2024, Profesor Ini Singgung Upaya 3 Periode Hingga Putusan MK
Profesor Didin Damanhuri menyinggung soal upaya 3 Periode hingga putusan Mahkamah Konstitusi soal kecurangan Pemilu 2024 yang bersifat Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM).
Hal ini Didin sampaikan di acara Pernyataan Sikap 100 Tokoh Menolak Pemilu Curang Terstruktur, Masif, Sistematis pada Rabu (21/2/24).
Menurut Didin, Jauh sebelumnya kecurangan terstruktur telah terjadi dimulai dari agenda 3 Periode dan penundaan pemilu yang pada akhirnya gagal dan kini berujung ada favoritisme ke paslon tertentu yang merupakan bagian dari keluarga. Langkah tersebut bahkan menurutnya dilakukan lewat utak-atik aturan di Mahkamah Konstitusi (MK) soal usia batas Capres-Cawapres.
“Sebenarnya ide awalnya 3 periode, itu sudah lebih dari setahun didengungkan tetapi rupanya tidak memperoleh dukungan, ada dukungan tapi kemudian ada diveto seorang ketua umum partai, kemudian terjadi penundaan pemilu tapi gagal, tapi setelah itu idenya adalah bagaimana melestarikan kekuasaan lewat anaknya, setelah itu MK menjadi instrumen untuk melegitimasi putranya itu menjadi cawapres walaupun secara regulasi tak memungkinkan tapi di situ pamannya sudah kita ketahui melancarkan dan memutuskan,” jelasnya.
Baca Juga: Setujui Hak Angket, Kubu Anies-Muhaimin Tunggu Aksi PDIP
Sanksi pelanggaran etik yang diterima Ketua MK dan kekinian menimpa Ketua KPU soal penerimaan salah satu Paslon sebagai peserta pilpres.
Soal bansos yang dalam sejumlah kesempatan diklaim dikeluarkan dari personal presiden juga jadi sorotan Didin.
“Celakanya KPU yang jadi bagian instrumen melestarikan kekuasaan tersebut meloloskan putra presiden jadi cawapres yang kemudian Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). mengatakan terjadi pelanggaran etik berat. Kemudian presiden dan aparatur negara memobilisasi aparat untuk memenangkan paslon no 2. Tidak selesai sampai di situ, presiden dan sekian menteri terlibat membagikan bansos berupa tunai maupun beras secara sangat vulgar dan mengatasnamakan personal,” jelasnya.
Kecurangan terjadi secara sistematis menurut Didin terlihat dari orkestrasi lembaga survei yang jauh-jauh hari telah melakukan pengiringan opini. Persoalan transparansi sumber dana lembaga survei hingga metode yang digunakan jadi sorotan Didin.
Terkait kecurangan masif, Didin menyoroti sengkarut masalah Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik atau Sirekap yang menurutnya menguntungkan perolehan suara calon tertentu. Soal adanya dugaan politisasi bansos dan intimidasi terhadap sejumlah pihak menurut Didin masif terjadi.
“Menurut saya memang kecurangan ini sudah bersifat TSM,” ujar Didin.
“Jadi menurut saya secara scientifc TSM memenuhi syarat. Dan pernyataan yang hari ini disampaikan bahwa tuntutan kecurangan yang bersifat TSM ini valid dan itu memenuhi syarat saya kira untuk diskualifikasi calon tertentu,” jelasnya.
Baca Juga: Resmi Dilantik Jokowi, AHY: Saya Akan Jalankan Sekuat Tenaga Walau Masanya Tak Panjang
Mengutip laman polpum.kemendagri.go.id, Menteri Dalam Negeri yang saat itu juga menjabat Plt Menko Polhukam Tito Karnavian mengklaim tak ada desain kecurangan secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM) dalam gelaran Pemilu 2024.
“Kalau ada kekurangan sana sini ya mungkin terjadi. Yang penting tak ada desain terstruktur sistematis dan masif,” kata Tito usai menghadiri acara BNPT di Menara Bidakara, Jakarta, Selasa (20/2).
Tito menyarankan kandidat menggunakan mekanisme resmi jika tak puas atau keberatan terhadap hasil pemilu.
“Saya sarankan gunakan mekanisme yang ada. Ada bukti, laporkan Bawaslu. Enggak puas Bawaslu ada DKPP, nanti ada proses lain MK. Jadi jalur-jalur resmi disampaikan. Gunakan jalur itu,” katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bayu Muhardianto
Editor: Bayu Muhardianto
Tag Terkait:
Advertisement