Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

PKS: di Tengah Banyaknya Perzinahan dan Penyimpangan Seksual, Menag Malah Mengurusi KUA untuk Semua Agama

PKS: di Tengah Banyaknya Perzinahan dan Penyimpangan Seksual, Menag Malah Mengurusi KUA untuk Semua Agama Kredit Foto: MPR RI
Warta Ekonomi, Jakarta -

Anggota Komisi VIII Hidayat Nur Wahid mengkritik rencana Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang ingin menjadikan pencatatan nikah seluruh agama terpusat di Kantor Urusan Agama (KUA).

HNW menilai rencana tersebut tidak sesuai dengan filosofi sejarah KUA di Indonesia, aturan yang berlaku termasuk amanat UUD NRI 1945, dan justru malah bisa menimbulkan masalah sosial dan psikologis di kalangan non Muslim, dan bisa menimbulkan inefisiensi prosedural.

Ia menjelaskan pengaturan pembagian pencatatan nikah yang berlaku sejak Indonesia merdeka yakni Muslim di KUA dan non Muslim di Pencatatan Sipil selain mempertimbangkan toleransi juga sudah berjalan baik, tanpa masalah dan penolakan yang berarti.

"Maka usulan Menag itu jadi ahistoris dan bisa memicu disharmoni ketika pihak calon pengantin non Muslim diharuskan pencatatan nikahnya di KUA yang identik dengan Islam. Faktor sejarah terkait pembagian pencatatan pernikahan itu harusnya dirujuk, agar niat baik Menag tidak malah offside atau melampaui batas," tuturnya.

Apalagi, tambah HNW, soal menjadikan KUA sebagai tempat pencatatan nikah bagi semua agama yang berdampak luas dan melibatkan semua umat beragama belum pernah dibahas dengan Komisi VIII DPR-RI.

"Warga yang kami temui saat reses, merasa resah dan menolak rencana program yang diwacanakan Menag tersebut," pungkasnya.

HNW menilai kebijakan itu akan semakin memberatkan KUA yang sebagian besarnya mengalami kekurangan SDM dan tidak punya kantor sendiri. Bahkan usulan kebijakan tersebut juga akan memberatkan warga non Muslim yang akan menikah.

"Pasalnya, ujung dari pencatatan nikah adalah di Dinas Capil, yang nantinya terintegrasi dengan NIK dan KTP. Jika mereka harus ke KUA dulu maka akan terjadi prosedur tambahan," jelasnya.

Selain itu, KUA juga identik dengan Umat Islam, sehingga tentu akan menimbulkan beban psikologis serta ideologis bagi Non Muslim jika harus mengurus pernikahan ke KUA.

"Di tengah fenomena banyaknya perzinahan dan kasus penyimpangan seksual lainnya, Pemerintah harusnya memudahkan pernikahan sesuai UU Pernikahan, baik melalui peningkatan layanan, perampingan syarat administratif, pemenuhan hak KUA dsb, bukan justru mengubah aturan yang tidak hanya mempersulit kinerja KUA, menambah beban prosedural, tapi juga beban psikologis dan ideologis di tengah masyarakat non Muslim. Pengurus PGI bahkan sudah meminta agar pemikiran Menag itu ditinjau ulang, karena bagi kalangan Kristiani, pernikahan adalah masalah pribadi” tutup Hidayat.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: