Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pengamat Beber Bedanya Jokowi Sebelum dan Sesudah Pencoblosan 14 Februari, Simak!

Pengamat Beber Bedanya Jokowi Sebelum dan Sesudah Pencoblosan 14 Februari, Simak! Kredit Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pengamat politik sekaligus peneliti Exposit Strategic, Arif Susanto mengungkapkan Presiden Jokowi sebelum pencoblosan 14 Februari merupakan sosok King Maker yang menyiapkan calon pemimpin yang dianggap bisa ia tinggalkan pengaruhnya pasca tak lagi menjabat. Setelah 14 Februari menurut Arif, Jokowi menjadi pembela terdepan Prabowo yang mana menurutnya hal itu cukup disayangkan.

Hal ini ia sampaikan di diskusi media GIAD (Gerakan Indonesia Adil dan Demokratis) "Angket Pemilu: Rilis 30 Nama Anggota DPR Didorong Ajukan Hak Angket" pada Selasa (27/2/24).

“Apa bedanya jokowi sebelum dan sesuadah 14 februari? Sebelum Jokowi king maker, orang yang menentukan siapa yang kira-kira dia beri intensif pengaruh untuk bisa terpilih, setelah 14 februaari Jokowi jautuh menjadi pembela paling depan Prabowo,

Sebagai seorang Presiden sampai Oktober 2024 nanti, Jokowi menurut Arif seharusnya menjaga martabatnya untuk fokus menjalankan tugasnya dan tak terus menerus menunjukkan keberpihakan.

Kekinian pasca pencoblosan, Jokowi menurut Arif makin menunjukkan keberpihakan salah satunya dengan membahas program makan siang gratis Prabowo ke rancangan APBN.

“Presiden sedang menyiapkan APBN yang di dalamnya ada alokasi anggaran program makan siang gratis, ini aneh, sementara KPU belum memutuskan siapa pemenang pemilu tetapi presiden sudah ambil langkah untuk menyiapkan APBN,” tambahnya.

“Saya nggak paham ini, sampai Oktober nanti Jokowi masih presiden Republik Indonesia, kalau saya menyayangkan situasi ini bukan karena saya pendukung Prabowo atau Jokowi, tapi saya adalah bagian dari rakyat Indonesia yang punya hak memiliki presiden yang punya martabat sedangkan Jokowi memerosotkan martabatnya sendiri, bukan dengan jadi king maker tapi jadi pembela paling depan Prabowo yang belum resmi jadi presiden,” jelasnya.

Baca Juga: Yakin 'Perubahan' Akan Berhasil, Anies Baswedan: Waktunya Kapan? Kita Belum Tahu...

Soal penggunaan Hak Angket, Arif mengungkapkan harus dipandang bukan sebagai sikap partisan masing-masing kubu peserta pilpres. Menurutnya, hak angket harus dipandang sebagai wadah menjawab berbagai persoalan berkaitan dugaan kecurangan penyelenggaraan pemilu yang berkaitan erat dengan mandat rakyat.

Ia pun menilai anggapan yang menyebut hak angket hanya akan membuat kegaduhan merupakan hal yang tidak tepat.

“Saya ingin membalas anggapan yang mengatakan hak angket akan menambah kegaduan politik, nggak, justru sebaliknya kalau tidak ada angket siapa pun punya hak untuk percaya pada isu dan desas-desus pemilu curang, salah satu cara penting supaya jelas untuk kita semua apakah pemilu curang atau tidak ya lewat angket. Saya ingin menegaskan angket salah satu cara untuk menyelesaikan kegaduhan politik supaya tidak seperti ini,” jelasnya.

Sebagaimana diketahui, pemerintah baru saja membahas program makan siang dan susu gratis. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), mengaku rapat itu digelar cukup singkat. 

"Tadi, ada saya lihat sepintas karena waktunya cukup singkat, tidak dibahas secara detail, kita hanya ada satu, elemen yang itu juga jadi program unggulan dari capres terpilih," ungkap AHY di Istana Negara, Jakarta, Senin (26/2/2024).

Baca Juga: Hak Angket Diperlukan? Pengamat Sebut Ada Persoalan Serius di Pemilu 2024

Mengenai dugaan keterlibatan alias cawe-cawe Jokowi di Pilpres 2024, Eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie mengatakan belum tentu Presiden Jokowi cawe-cawe di Pemilu 2024.

"Karena pemilu serentak, pilpres dan pilegnya jadi satu, pusat perhatian orang ke Pilpres maka semua kejadian ini yang dipersalahkan pilpresnya, dan pilpresnya ada anaknya presiden, maka semua kasus-kasus di seluruh Indonesia ini di alamatkan gara-gara cawe-cawenya Jokowi, padahal enggak," kata Jimly kepada wartawan di Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (26/2), dikutip dari laman kumparan.

"Belum tentu karena tidak mungkin secara nasional Presiden akan bergerilya, secara sengaja pula tidak mungkin," sambungnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Bayu Muhardianto
Editor: Bayu Muhardianto

Advertisement

Bagikan Artikel: