Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

HNW Dorong MK Juga Koreksi Presidential Thershold

HNW Dorong MK Juga Koreksi Presidential Thershold Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Anggota DPR sekaligus Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid (HNW) angkat suara putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan pembentuk undang-undang perlu mengoreksi 4 persen sebagai ketentuan Parliamentary Threshold.

HNW menilai seharusnya soal ketentuan ambang batas ini menyasar bukan hanya pada sektor parlemen tetapi juga eksekutif Presiden yang saat ini untuk maju di pemilihan perlu minimal 20 persen suara di parlemen.

“Ini juga seharusnya bukan hanya berlaku terhadap parliamentary threshold yang 4 persen itu, tetapi juga mestinya diberlakukan untuk presidential threshold yang berlaku saat ini yakni 20 persen,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Sabtu (02/03/2024) dikutip dari laman fraksi.pks.id.

Menurut HNW, putusan terkait ambang batas parlemen bukan sama sekali menghilangkan ketentuan ambang batas parlemen yang sudah ada akan tetapi penetapannya harus menggunakan dasar yang jelas.

Hal tersebut menurutnya harus diterapkan serupa untuk Presidential Threshold.

“Putusan MK itu memang bukan menghilangkan sama sekali parliamentary threshold, tetapi agar penetapan angka ambang batas itu menggunakan kajian ilmiah, argumentasi yang rasional dan demokratis,” jelasnya.

HNW mengatakan walaupun putusan MK ini agak berbeda dengan pakem pada putusan-putusan sebelumnya, di mana MK akan menyerahkan sepenuhnya terkait dengan angka ambang batas kepada pembentuk undang-undang, melalui open legal policy (kebijakan terbuka pembentuk undang-undang), tetapi kini MK justru mendesak DPR untuk mempertimbangkan koreksi angka 4 persen parliamentary threshold tersebut.

“Ini tentu juga menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat. Mengapa MK bisa memiliki pendapat yang berbeda dibanding pakem sebelumnya? Sama seperti ketika MK memutuskan terkait usia pencalonan calon wakil presiden (cawapres) yang berujung kepada sanksi pelanggaran kode etik Ketua MK saat itu, karena keputusan itu dinilai sebagai menghidupkan nepotisme karena menguntungkan putra Presiden yang adalah juga keponakan Ketua MK,” ujarnya.

Baca Juga: Jika Hak Angket Digunakan, Apakah Hasil Pemilu 2024 Bisa Dibatalkan?

HNW menilai sangat wajar bila masyarakat terkait putusan parliamentary threshold kali ini kembali mempertanyakan putusan MK yang di luar dari pakem yang telah mereka ciptakan sendiri.

Apalagi, lanjutnya, publik juga memahami bahwa pada pemilu 2024, salah satu partai yang terancam tidak lolos parliamentary threshold 4 persen adalah partai yang kini dipimpin oleh putra bungsu Presiden Joko Widodo.

Oleh karena itu, HNW mengingatkan agar MK juga berlaku adil sesuai dengan prinsip konstitusi yang berlaku di Indonesia yang negara hukum, serta menyelamatkan kedaulatan rakyat, agar kualitas demokrasi dan pilpres menjadi lebih baik pada 2029 ke depan, dengan memerintahkan kepada pembentuk UU (DPR dan Pemerintah) untuk mengoreksi 20 persen presidential threshold sebelum pemilu 2029, seperti halnya argumentasi MK dalam putusan terkait koreksi 4 persen parliamentary threshold tersebut.

“Apabila MK memerintahkan pembentuk UU untuk mengkoreksi 4 persen parliemantary threshold, dan agar menetapkan angka parliamentary threshold berbasis kajian ilmiah dan argumentasi yang rasional dan demokratis, maka seharusnya MK juga memerintahkan pembentuk undang-undang untuk juga melakukan hal serupa ketika menetapkan presidential threshold, sehingga mengkoreksi presidential threshorld 20 persen sebelum Pemilu/pilpres 2029,” ujarnya.

HNW mengatakan bahwa banyak pihak telah mengajukan permohonan agar presidential threshold 20 persen untuk dinyatakan inkonstitusional dan seharusnya diturunkan, termasuk permohonan yang sudah diajukan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang sudah mendasarkan pada kajian ilmiah dan prinsip demokrasi. Apalagi, teori-teori atau rumusan yang digunakan oleh para pemohon dalam perkara parliamentary threshold itu tidak jauh berbeda dengan teori atau rumus yang digunakan PKS dalam permohonannya yang lalu.

“Ketika itu, MK memang tidak mengabulkan permohonan yang diajukan oleh PKS terkait presidential threshold di angka antara 7 persen sampai 9 persen, tetapi dalam pertimbangannya MK mengapresiasi PKS yang telah mempergunakan kajian ilmiah yang rasional, proporsional, demokratis dan implementatif dalam menetapkan hal tersebut.

Baca Juga: Apa Pentingnya Hak Angket Penyelenggaraan Pemilu 2024?

Hal yang juga diingatkan oleh MK saat memutuskan koreksi terhadap parliamentary threshold 4 persen. Dan itulah seharusnya yang perlu diputuskan oleh MK agar dilakukan oleh DPR dan Pemerintah selaku pembentuk undang-undang ketika menetapkan angka-angka ambang batas parliamentary threshold maupun presidential threshold. Laku konsisten dan adil dari MK itu yang akan menyelamatkan kepercayaan Publik terhadap MK dan putusan-putusannya,” pungkas HNW.

Untuk diketahui, sebelumnya, MK mengabulkan sebagian gugatan ambang batas parlemen sebesar 4 persen terhadap pasal 414 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

MK menyebut ambang batas 4 persen harus diubah sebelum Pemilu serentak tahun 2029. Ambang batas 4 persen tetap berlaku di Pemilu selanjutnya jika pengaturannya diubah.

"Dalam pokok permohonan; satu, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (29/2/2023), dikutip dari kompas.com.

“Menyatakan norma pasal 414 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu adalah konstitusional sepanjang tetap berlaku untuk pemilu DPR 2024 dan konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada pemilu DPR 2029 dan Pemilu berikutnya sepanjang telah dilakukan perubahan,” tutur Suhartoyo.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Bayu Muhardianto
Editor: Bayu Muhardianto

Advertisement

Bagikan Artikel: