Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pemerintah Jangan Diam Saja! Harga Beras Masih Mahal Meski Impor, Kini Merambah ke Cabai Hingga Bawang

Pemerintah Jangan Diam Saja! Harga Beras Masih Mahal Meski Impor, Kini Merambah ke Cabai Hingga Bawang Kredit Foto: Antara/Bayu Pratama S
Warta Ekonomi, Jakarta -

Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PKS, Nevi Zuairina, pada rapat kerja Komisi VI dengan Kemendag, mengkritisi tingginya harga beras, padahal sudah Impor.

Nevi menguraikan, di awal Ramadhan tahun ini, masyarakat Indonesia dikejutkan dengan lonjakan harga sejumlah bahan pangan pokok.

Nevi menguraikan data Badan Pangan Nasional (Bapanas) yang melaporkan pada tanggal 12 Maret 2024, harga beras premium telah naik sebesar Rp 10 menjadi Rp 16.490 per kilogram, dan beras medium juga mengalami kenaikan serupa menjadi Rp 14.350 per kilogram.

Kenaikan ini, imbuhnya, tidak hanya terbatas pada beras, tetapi juga menyebar ke komoditas lain seperti bawang putih, bawang merah, cabai merah keriting, cabai rawit merah, telur ayam ras, gula konsumsi, dan minyak goreng kemasan, mencerminkan tekanan inflasi pada kebutuhan dasar masyarakat.

“Ini sudah sangat tinggi harga-harga pangan kita. Jangan dibiarkan terus ini pak. Kasian rakyat yang terus mendapat dampak langsung situasi beras dan pangan lainnya yang mahal”, tegas Nevi.

Baca Juga: Pemerintah Dinilai Harus Memiliki Kendali Pengelolaan Beras: 'Serap Produksi Gabah Petani Sebanyak Mungkin'

Kepala Bapanas, Arief Prasetyo, mengungkapkan optimisme pemerintah mengenai keamanan stok pangan selama bulan puasa, dengan mengatakan bahwa “Insya Allah aman.”

Pemerintah, menurutnya, telah menerapkan lima program kunci untuk stabilisasi pangan yang meliputi penderasan stok beras, Gerakan Pangan Murah, Fasilitasi Distribusi Pangan, percepatan penyaluran jagung, dan bantuan pangan beras gratis kepada jutaan keluarga penerima manfaat, sebagai upaya untuk memastikan ketersediaan dan keterjangkauan bahan pangan.

Namun, Nevi Zuairina, Anggota Komisi VI, mengkritik keras realitas harga bahan pangan yang tetap mahal di pasaran. Meskipun pemerintah telah melakukan impor beras untuk menambah stok, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa upaya tersebut belum mampu menekan harga beras di pasaran.

“Ini menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas langkah yang diambil oleh Kementerian Perdagangan, RNI, Bulog, dan PTPN III dalam mengatasi permasalahan kenaikan harga bahan pangan yang berulang setiap tahunnya, terutama selama Ramadhan,” ungkapnya.

Lebih jauh, Politisi PKS ini menyoroti pentingnya transparansi dalam tata kelola bahan pangan, termasuk dalam hal data ketersediaan dan jadwal distribusi bahan pangan melalui program bantuan sosial.

Nevi menegaskan bahwa pengelolaan yang baik harus menghindari manipulasi untuk kepentingan segelintir pihak dan memastikan prinsip good governance serta pertanggungjawaban publik dalam setiap langkahnya.

Pendistribusian bantuan sosial menjadi titik kritik lain. Menurut Nevi, proses distribusi seringkali tampak tidak melibatkan Menteri Sosial secara langsung, yang seharusnya memainkan peran penting dalam penyaluran bahan pangan kepada masyarakat yang berhak menerima. Keterlibatan langsung Menteri Sosial dinilai bisa meningkatkan efektivitas dan efisiensi distribusi bantuan sosial.

Baca Juga: Pemerintah Didesak Buka Data Distribusi Beras ke Publik Secara Transparan

Dalam menghadapi potensi krisis pangan, Legislator asal Sumatera Barat II ini meminta pemerintah untuk mempersiapkan strategi yang lebih kuat. Ia menekankan bahwa program-program seperti makan siang gratis, meski berniat baik, tidak boleh mengorbankan ketahanan pangan nasional atau mendorong ketergantungan yang lebih besar terhadap impor bahan pangan.

Nevi Zuairina juga menuntut pemerintah untuk memastikan bahwa setiap kebijakan pangan yang dibuat berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, bukan hanya sebagai solusi jangka pendek. Dia menyerukan perlunya pendekatan yang lebih terintegrasi dan inklusif dalam menangani masalah harga pangan, dengan melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk petani, distributor, dan konsumen.

“Pemerintah mesti menunjukkan komitmen dalam membantu masyarakat yang terkena dampak kenaikan harga bahan pangan, seperti terlihat dari pembagian bantuan sosial berupa beras.

Ini merupakan langkah positif, namun masih perlu diikuti oleh upaya-upaya sistematis lainnya untuk mengatasi akar permasalahan kenaikan harga bahan pangan”, ungkap Anggota Badan Anggaran DPR ini.

Sebagai bagian dari komunitas internasional, Indonesia juga diharapkan bisa belajar dari praktik terbaik negara lain dalam mengelola krisis pangan dan inflasi, dengan mengadaptasi solusi yang relevan dan sesuai dengan konteks sosial ekonomi Indonesia.

“Di tengah kesulitan ekonomi, kenaikan harga bahan pangan di bulan Ramadhan ini menjadi pengingat penting akan tugas berat pemerintah dalam menjaga stabilitas harga dan ketahanan pangan. Saya mengajak semua pihak untuk bersatu, bekerja sama, dan berinovasi dalam mencari solusi yang berkelanjutan untuk memastikan bahwa setiap warga negara Indonesia dapat menikmati kecukupan pangan, tidak hanya selama Ramadhan tetapi sepanjang tahun”, tutup Nevi Zuairina.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: