Soal Pemberitaan Izin Tambang, Praktisi Media Minta Tempo Laksanakan Keputusan Dewan Pers
Dewan Pers telah memutuskan masalah aduan pihak Menteri Investasi dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia soal serangkaian berita di Majalah Tempo dalam laporan utama yang berjudul "Main Upeti Izin Tambang" yang terbit pada edisi 4-10 Maret 2024.
Menurut Dewan Pers, pemberitaan soal izin tambang yang mengaitkan Bahlil tidak sesuai fakta. Maka, dalam putusannya, Tempo diminta untuk meminta maaf dan wajib melayani hak jawab dari Bahlil secara profesional dan disertai dengan permintaan maaf kepada Bahlil dan juga kepada masyarakat umum selaku pembaca.
Bahkan dalam putusan tersebut, Dewan Pers meminta Tempo melakukan hal tersebut selambat-lambatnya pada edisi berikutnya setelah hak jawab diterima.
Menanggapi keputusan Dewan Pers ini, praktisi media yang juga mantan wartawan senior John Oktaveri meminta Tempo tetap profesional dalam menjalankan keputusan Dewan Pers, terkhusus soal masalah yang dihadapi.
Apalagi, Tempo sebagai media harus profesional dalam menyajikan informasi-informasi yang benar dan sesuai fakta-fakta yang didapat.
“Nah dalam konteks ini ketika Tempo mungkin dalam hal ini diputus bersalah oleh Dewan Pers atas tuduhan soal perizinan yang diberikan oleh Bahlil, tentunya ada hak jawab ya, nah hak jawab ini lah yang harus dipatuhi sebagai media profesional dan juga sebagai eksekutif profesional dan kedua-duanya harus menggunakan haknya dengan sebaik mungkin,” kata John Oktaveri saat dikonfirmasi, Selasa (20/03/2024).
John Oktaveri yang juga mantan wartawan senior Bisnis Indonesia itu mengapresiasi langkah Bahlil yang dinilai sudah sesuai dengan undang-undang yang berlaku, yakni menyelesaikan masalah pemberitaan lewat Dewan Pers.
“Nah apa yang dilakukan ini saya menyambut positif, jadi ini sudah benar seperti apa yang dilakukan oleh Bahlil dan apa yang dilakukan oleh Tempo untuk memberikan ruang hak jawab sudah tepat,” ucapnya.
Bahlil, kata John, harus dipenuhi haknya selaku pihak yang dirugikan atas pemberitaan media dengan memberikan hak jawab atas tuduhan terhadap dirinya terkait pemberian izin tambang tersebut.
"Saya kira kalau itu hak ya, artinya bisa dilakukan bisa tidak, tetapi seharusnya dia lakukan, jadi dengan demikian kalau menurut saya tidak berlaku juga saat dia tidak menggunakan haknya kan dan itu sudah diberikan kesempatan, secara profesional nah itu yang saya pahami,” ungkapnya.
John Oktaveri pun memuji sikap Bahlil kepada Tempo dan media-media lainnya dalam menjalankan fungsinya mengontrol kebijakan-kebijakan pemerintah yang dinilai tidak berpihak kepada kepentingan publik. Buat John, sikap yang ditunjukkan oleh Bahlil ini harus dicontohkan oleh semua pejabat negara.
"Inilah yang positif dari pejabat publik, harus memberikan edukasi kepada publik bahwa kalau proses hukum itu telah dilakukan, proses verifikasi telah dilakukan, lalu tidak menggunakan hak. Memang sebagai pejabat eksekutif dia harus mendukung kerja-kerja pers, karena pers itu justru bertugas mengawasi eksekutif,” jelasnya.
"Kalau eksekutif tidak memberikan dukungan, bagaimana mungkin misalnya kalangan media itu memberikan kritisi kepada pemerintah atau mengawasi jalannya pemerintah, ini sebuah langkah positif menurut saya apa yang dilakukan Bahlil,” tambahnya.
Atas masalah Tempo dan Bahlil ini, John menyarankan agar seluruh media dan para pekerja media mengutamakan kehati-hatian dan mengutamakan kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi.
Bahkan, media harus menghindari opini pribadi dalam menyampaikan informasi yang berkaitan dengan masalah-masalah hukum.
“Sebagai wartawan senior saya juga berharap dari media-media, tenaga-tenaga jurnalis di lapangan tetap kita harus mengutamakan kehati-hatian dan berprinsip kepada kepentingan umum, jangan ada kepentingan pribadi di situ dan kalau beropini ini harus dijelaskan kalau itu opini,” harapnya.
John pun meminta media tetap menjaga profesionalisme dan bertanggung jawab terhadap apa yang dipublikasikan, serta mengutamakan kebenaran karena informasi yang disampaikan media akan dipercaya oleh pembaca.
"Kredibilitas media ini yang dipertaruhkan kalau memang kita sebagai media profesional, jadi profesionalisme sebuah media itu kredibilitas, tidak ada kata lain kalau anda tidak dipercaya di situlah anda berhenti sebagai jurnalis, sebagai pengawas jalannya pemerintahan,” tegasnya.
"Kritisi harus tetap dilakukan oleh pihak jurnalis dan pejabat publik juga tidak boleh alergi dengan kritikan, lakukan apa yang seperti dilakukan Bahlil itu sebuah langkah tepat menurut saya,” tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement