Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mulyanto meminta pemerintah mengevaluasi secara mendalam wacana berakhirnya pemberian insentif terkait Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT).
Dirinya mengatakan, wacana tersebut harus dipikirkan, khususnya dengan menghadirkan domestic market obligation (DMO) untuk gas alam dalam revisi UU Migas.
Baca Juga: Migas dan Dekarbonisasi, Strategi Pertamina Wujudkan Indonesia Mandiri Energi
“Untuk komoditas batu bara, kebijakan DMO-nya sudah tertuang dalam UU No. 3/2020 tentang Pertambangan Minerba. Untuk kelapa sawit juga kemarin telah dijalankan, saat terjadi lonjakan harga minyak goreng domestik. Jadi ke depan penting, untuk komoditas gas alam ini, kita atur kebijakan DMO-nya dalam revisi UU Migas,” tegas Mulyanto, dilansir Selasa (26/3).
Mulyanto menambahkan aturan ini cukup mendesak agar pemerintah secara konsisten menjaga pemanfaatan prioritas gas alam untuk kebutuhan domestik bagi ketahanan energi dan penunjang pembangunan nasional, bukan sekedar sebagai komoditas ekspor yang diperdagangkan untuk mengejar penerimaan devisa negara.
“Kebijakan dasar energi kita kan memang seperti itu. Prioritas migas untuk kebutuhan domestik, baru setelah itu untuk ekspor,” katanya.
Ditambahkannya, di saat transisi energi mulai bergulir, soal pengelolaan gas bumi ini menjadi sangat seksi baik di sisi hulu maupun hilirnya. Mengingat gas bumi adalah sumber energi fosil yang ‘clean’, apalagi cadangannya tersedia cukup besar di Indonesia dan sekarang ini lebih dari 60 persen diekspor ke luar negeri.
Baca Juga: Neraca Perdagangan Kembali Surplus, Mendag Zulkifli Hasan: Optimistis, Ekspor Nonmigas Tetap Kuat
Menurut Mulyanto ke depan infrastruktur dan investasi untuk eksploitasi gas alam ini harus digenjot Pemerintah.
“Jangan malah lifting-nya terus anjlok. Ini kan jadi tidak nyambung antara ketersediaan, produksi dan demandnya,” ujarnya.
Baca Juga: Dirjen Migas Sebut Temukan Lapangan Baru untuk Kejar Produksi Satu Juta Barel Minyak
Kebijakan terkait pengelolaan gas bumi harus dirumuskan secara matang agar sumber energi ini benar-benar optimal pemanfaatannya secara nasional.
Diperkirakan pemberian HGBT yang sekarang berjalan ini berdampak ganda bagi ekonomi dan peningkatan daya saing industri nasional, baik terhadap investasi, ekspor, perpajakan, hingga penyerapan tenaga kerja, karenanya penting untuk dilanjutkan. Begitu pula gas alam untuk kebutuhan rumah tangga pengganti gas melon tiga kilogram sangat mendesak untuk didorong.
Baca Juga: Kementerian ESDM Dorong Tingkatkan Produksi Migas
Untuk diketahui Kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) sebesar US$ 6 per MMBTU telah diberikan kepada tujuh jenis industri yang diberlakukan Pemerintah sejak 2020 dan berakhir tahun 2024. Ketujuh sektor penerima Program HGBT saat ini adalah industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, gelas kaca dan sarung tangan karet selain juga untuk sektor kelistrikan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar
Advertisement