Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bos BCA: Melemahnya Rupiah Tak Hanya karena Konflik Timur Tengah

Bos BCA: Melemahnya Rupiah Tak Hanya karena Konflik Timur Tengah Presiden Komisaris BCA Djohan Emir Setijoso (ketiga kanan) bersama Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja (ketiga kiri), Direktur BCA Subur Tan (kanan), Direktur BCA Rudy Susanto (kiri), Direktur BCA Santoso (kedua kanan), Direktur BCA Vera Eve Lim (kedua kiri) di tengah-tengah acara Paparan Kinerja Keuangan BCA Triwulan III 2022 di Jakarta, Kamis (20/10). | Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk, Jahja Setiaatmadja, menyebut melemahnya rupiah diangka Rp16.200 hingga Rp16.300 tidak hanya disebabkan oleh ketegangan di Timur Tengah.

Jahja menyebut, ada beberapa faktor yang turut berperan melemahkan rupiah. Menurutnya, momentum Idulfitri juga menjadi salah satu faktor penyebabnya.

Baca Juga: Tumbuh 11,7%, BCA Catat Laba Bersih Rp12,9 Triliun di Kuartal I

Pasalnya, meningkatnya kebutuhan masyarakat di momentum Idulfitri mendorong para pengusaha membeli bahan-bahan impor dari row material untuk kebutuhan produksi.

"Para pengusaha siap membeli bahan-bahan impor juga dari row material-row material yang harus disiapkan untuk produksi. Biasanya itu masa-masa IdulFitri peningkatan akan lebih daripada normal, jadi ada kebutuhan impor meningkat," kata Jahja dalam konferensi pers BCA Kuartal I 2024, Senin (22/4/2024).

Di samping itu, Jahja menilai investor luar negeri ke saham dan obligasi dalam negeri juga berdampak pada melemahnya rupiah. Sehingga, kata dia, para investor menarik dolar keluar.

Selain itu, para perusahaan yang membagikan dividen di kuartal I 2024 juga memiliki dampak. Pasalnya, kata Jahja, sebagian investor perusahaan itu dimiliki oleh pihak luar negeri. 

"Kita tahu juga investor dari perusahaan-perusahaan, terutama perusahaan-perusahaan besar, banyak pemiliknya dari asing. Jadi ada masalah supply dan demand," jelasnya.

Lebih jauh, Jahja juga menyetujui langkah Bank Indonesia (BI) yang tidak campur tangan dalam menstabilkan rupiah. Lantaran menurutnya, intervensi BI terhadap nilai rupiah bak menabur garam ke lautan.

"Kita harapkan, kalau nanti kebutuhan dolar itu sudah agak melemah suplainya, masih tetap normal dan demand-nya menurun, mungkin Bank Indonesia bisa menstabilisasi kembali dollar, apakah dibawah Rp16.000 atau tidak, itu tergantung situasi dan kondisi," ungkapnya.

Baca Juga: Mantap! Rupiah Terpantau Tangguh pada Perdagangan Hari Ini

"Tapi kalau saya lihat dari masyarakat sekarang, apalagi nggak gampang untuk orang jual dan beli uang asing, terutama US Dollar. Untuk amount kecil mungkin iya, tapi kalau amount untuk jumlah besar yang mempengaruhi market, saya rasa untuk individual player, saya rasa hampir tidak ada atau sedikit sekali," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Andi Hidayat
Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: