Tetap Menjanjikan, Mirae Asset Yakin Akan Masa Depan Sektor Perbankan
Chief Economist Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Rully Arya Wisnubroto, meyakini perbankan masih menjadi sektor yang menjanjikan. Pasalnya, pertumbuhan di sektor perbankan tetap menunjukkan pertumbuhan yang tinggi sejalan dengan proyeksi Bank Indonesia (BI), yakni sekitar 10% hingga 12%.
Sementara pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK), kata Rully, perlahan membaik sejak awal tahun dengan indeks pertumuhan 5,8% (years on years/yoy) dan 5,7% yoy, setelah sebelumnya tumbuh di tahun 2023 di bawah 4%.
Baca Juga: Kinerjanya Masih Menjanjikan, Mirae Sarankan Investor Berinvestasi di Sektor Ini
“Rasio kredit terhadap simpanan (loan to deposit ratio/LDR) juga masih relatif terjaga di bawah 85% dan dengan tingkat kredit tidak lancar (NPL) yang juga masih rendah, ruang bagi peningkatan pertumbuhan kredit juga masih terbuka,” kata Rully dalam acara Media Day: April by Mirea Asset Sekuritas, Jakarta, Selasa (23/4/2024).
Rully menuturkan, kondisi itu hasil dari kebijakan makroprudensial pemerintah yang pro-growth. Dengan demikian, pertumbuhan kredit di bulan Januari 2024 mengalami pertumbuhan yang cukup baik hinggan 11,8% yoy. Pertumbuhan pada ulan tersebut dinilai yang tertinggi sejak 5 tahun terakhir.
Meski begitu, Rully menyebut pertumbuhan kredit di bulan Februari tercatat sedikit lebih rendah meski tetap dianggap tinggi, yakni sebesar 11,3% yoy dengan gross NPL pada periode yang sama sebesar 2,36%.
“Kami memandang bahwa dengan kebijakan makroprudensial yang longgar dan disertai dengan likuiditas yang masih memadai, pertumbuhan kredit masih akan tetap kuat dan mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia meski di tengah berbagai tantangan di sepanjang tahun 2024 ini,” jelasnya.
Meski begitu, Rully menilai ada risiko yang mesti dimitigasi ke depan agar stabilitas sektor keuangan tetap terjaga. Perbankan, kata dia, dibutuhkan kehati-hatian dalam menyalurkan kredit, mengingat kebijakan stimulus restrukturisasi kredit perbankan untuk dampak COVID-19 telah berakhir per tanggal 31 Maret 2024.
Sementara saat ini, kata Rully, Loan at Risk (LaR) perbankan masih tergolong cukup tinggi, yakni 11,56% per Februari 2024. Di luar perbankan, dia menilai kondisi perekonomian Indonesia saat ini masih dihadapkan dengan banyak tantangan.
Salah satu tantangan terbesarnya saat ini, tutur Rully, tingginya tekanan terhadap nilai tukar Rupiah. Dia mengatakan pergerakan Rupiah dalam jangka menengah masih sangat sulit untuk diprediksi karena sangat dipengaruhi oleh isu global, bukan dipengaruhi oleh kondisi di dalam negeri.
Baca Juga: Bersama PPATK, Mirae Asset Tingkatkan Literasi Keuangan & Perlindungan dari Pencucian Uang
Menurutnya, tren pelemahan Rupiah lebih disebabkan oleh sentimen higher-for-longer suku bunga kebijakan the Fed yang kembali menyebabkan volatilitas dan ketidakpastian pasar global. Sentimen global tersebut, yang juga berdampak kepada besarnya aliran modal asing keluar dari Indonesia, menyulitkan BI untuk melakukan pelonggaran kebijakan moneter dalam waktu dekat.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Andi Hidayat
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait:
Advertisement