Setali Tiga Uang, StarLink 'Hanya' Tiga Puluh M, Alias Tiga Kali Prank
Oleh: Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes, Pemerhati Telematika & Multimedia Independen
Kontroversi StarLink terus berlanjut dan seakan tidak ada habisnya. Pada hari Selasa (11/06/24) dalam rapat bersama Komisi VI DPR-RI, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengakui bahwa investasi perusahaan milik miliarder Elon Musk di Indonesia tidak sebesar yang diharapkan. Nilai investasinya hanya sekitar Rp30 miliar, atau sekitar 0,01% dari nilai korupsi dalam kasus tambang timah yang juga penuh kontroversi.
Bahlil juga menyampaikan bahwa dalam sistem OSS (One Single Submission) yang diaksesnya, terungkap bahwa jumlah tenaga kerja StarLink di Indonesia yang terdaftar hanya sebanyak tiga orang. Hal ini menunjukkan efisiensi yang luar biasa, tetapi sama sekali tidak menyerap banyak tenaga kerja lokal. Namun, Bahlil tidak merinci lebih lanjut mengenai operasional perusahaan karena "takut nanti akhirnya melahirkan multi interpretasi.".
Diketahui bahwa StarLink telah aktif di Indonesia sejak bulan lalu. Elon Musk bahkan datang langsung menyerahkan perangkat StarLink di sebuah puskesmas di Bali saat acara WWF (World Water Forum). Meskipun sempat tersendat dan koneksinya tidak lancar, puskesmas tersebut menjadi pintu masuk untuk layanan internet menggunakan satelit LEO (Low Earth Orbit) di Indonesia.
Meskipun rencananya acara tersebut akan dihadiri Presiden, namun batal tanpa penjelasan yang jelas, pemberian perangkat StarLink dilakukan sebagai bagian dari kerja sama antara Kementerian Kesehatan dan StarLink. Tujuannya untuk memberikan akses internet di seluruh puskesmas di Indonesia, terutama di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar).
Kedatangan Elon Musk di Bali disambut oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, di Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai pada hari Minggu (19/05/24). Selain peresmian StarLink, Elon Musk diberi kesempatan untuk memberikan pidato dalam acara WWF meskipun dia mengaku bukan ahli dalam bidang air. Di sela acara tersebut, ia bertemu dengan Presiden Jokowi yang mengapresiasi dan mendorong investasi Tesla di Indonesia, meskipun hingga kini masih belum terealisasi karena Tesla lebih memilih berinvestasi di negara lain, seperti India.
Terkait kerja sama dengan StarLink, Jokowi berharap bisa bersinergi dengan penyedia internet dalam negeri. Tujuannya untuk menyediakan akses internet yang melindungi konsumen dan memberikan harga yang terjangkau untuk layanan publik. Namun, harapan ini tampaknya sulit terwujud karena penegasan dari APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) bulan lalu yang mengkhawatirkan bahwa StarLink bisa menghancurkan bisnis ISP (Internet Service Provider) di Indonesia jika mereka menjual layanan dengan harga murah yang bisa merusak ekosistem bisnis ISP yang sudah lama terjalin.
Baca Juga: Apa Benar Starlink Berbahaya bagi Indonesia?
Selain itu, syarat yang seharusnya dipenuhi oleh penyelenggara jaringan internet di Indonesia adalah menggunakan IP lokal untuk aksesnya, bukan IP global yang berada di luar yurisdiksi Indonesia. Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi sebelumnya menyatakan bahwa StarLink masih belum atau tidak mau mengikuti syarat ini, sehingga kekhawatiran APJII mengenai ketidakadilan persaingan bisa terbukti.
Ironisnya, bisnis ISP di Indonesia yang telah berjuang selama puluhan tahun, mulai dari era dial-up dengan modem jack RJ-11 di jaringan telepon dengan ISP seperti RadNet, IndoNet, IdOla (milik Telkom), dan WasantaraNet (milik PT Pos), kini harus menghadapi masuknya StarLink dari luar negeri yang difasilitasi oleh pemerintah. Bahaya disintegrasi bangsa juga bisa terjadi karena pengguna StarLink bisa bebas mengakses internet tanpa terdeteksi oleh hukum Indonesia.
Jika dibandingkan, ratusan bahkan ribuan anak bangsa yang telah berjuang mandiri membangun jaringan internet lokal tiba-tiba dikalahkan oleh hanya tiga orang yang mewakili StarLink dengan investasi hanya Rp30 miliar yang dibawa oleh Elon Musk ke Indonesia. Sungguh sangat terwelu (baca: terlalu, bahasa gaulnya netizen). Ini sangat mengecewakan. Dulu, Indonesia sebagai pemilik satelit Palapa yang disewa oleh banyak negara di Asia, kini harus tunduk pada satelit LEO StarLink.
Kesimpulannya, istilah "setali tiga uang" ini mengingatkan kita pada era tahun 70-an, di mana "setali" berarti 3/4 rupiah atau 75 sen, yang terdiri dari tiga uang logam 25 sen. Artinya, kita telah tiga kali dikecewakan: Tesla tidak jadi masuk, lokasi peluncuran roket SpaceX belum jelas, dan investasi StarLink hanya Rp30 miliar meskipun telah diberikan karpet merah.
Sungguh sangat mengecewakan. Sekali lagi, benar-benar terwelu!
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement