Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Apa Benar Starlink Berbahaya bagi Indonesia?

Oleh: Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes, Pemerhati Telematika & Multimedia Independen

Apa Benar Starlink Berbahaya bagi Indonesia? Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Jakarta -

Tak lama setelah tulisan saya viral di media: "Puskesmas & Akses Internet, Apa Positif Negatifnya" saat menanggapi peresmian akses internet bagi 700 Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) yang akhirnya hanya diresmikan oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin bersama Elon Musk kemarin (Senin, 20/05/24), setelah ramai sebelumnya dikabarkan akan diresmikan langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), media massa Indonesia juga viral oleh tulisan Mantan Staf Ahli Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Prof Henry Soebiakto yang tulisannya berjudul "Starlink Berbahaya bagi Indonesia".

Saya banyak sekali ditanya baik oleh media dan masyarakat langsung, karena tulisan kemarin dimuat juga di berbagai WAG dan platform media sosial (sosmed), bagaimana pendapat saya soal tulisan dari Prof Henry karena apa-apa yang dikemukakan oleh mantan staf ahli Kominfo tersebut sejalan dengan apa yang saya tulis di paragraf ke-9 yang intinya memberikan peringatan kepada pemerintah untuk cermat, tidak gegabah dan tegas dalam menerapkan peraturannya kepada Starlink karena teknologi LEO (Low Earth Orbital) Satelit bisa berbahaya secara teknis dan hukum kita, dimana bisa berjalan di luar yurisdiksi Indonesia.

Baca Juga: Dorong Pemerataan Akses Internet, Elon Musk luncurkan Starlink di Puskesmas Denpasar

Jadi apa yang disampaikan oleh guru besar komunikasi Unair tersebut memang benar dan saya dukung 1000% (tidak hanya 100%) karena secara teknis menjelaskan dengan detail apa-apa yang saya maksudkan sebagai bahaya teknologi LEO-Satelit yang memang lebih modern, canggih dan secara ukuran lebih kecil dari satelit standar yang biasanya ditempatkan di orbit geostasioner. Itulah yang saya sebut sebelumnya bahwa Starlink ini menjadi rawan untuk dimanfaatkan oleh perorangan, OTB /(Organisasi Tanpa Bentuk) atau kelompok soaratis yang mengancam integritas bangsa termasuk yurisdiksinya.

Terima kasih Prof Henry bahkan sudah menuliskan juga bahwa hukum di Amerika (US Cloud Act 2018) melindungi bisnis dari negaranya, termasuk Starlink ini. Jadi dengan demikian jika terjadi permasalahan hukum (termasuk soal proteksi data-data privacy di dalamnya), negara kita harus tunduk kepada aturan asing tersebut. Hal itu tentu memang sangat berbahaya jika data yang dimaksud terkait dengan apa-apa yang dilarang oleh hukum Indonesia, misalnya kejahatan, perjudian, terorisme, atau gerakan separatis, maka kita seperti menjadi tidak berdaya apa-apa karena harus tunduk kepada hukum di bawah Amerika.

Hal ini juga bisa disebabkan apabila sinyalemen yang santer beredar saat launching Starlink kemarin soal penggunaan IP (Internet Protocol) Global dan bukan IP Lokal sebagaimana seharusnya yang diwajibkan bagi perusahaan teknologi informasi yang beroperasi di Indonesia. Karena konsekuensi dari penggunaan IP Global tersebut adalah server data berlokasi tidak di Indonesia, mirip-mirip kasus SIREKAP KPU (Sistem Informasi Rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum) kemarin yang sempat berbohong bahwa (katanya) server di Indonesia, namun akhirnya dalam persidangan di KIP (Komisi Informasi Pusat) diakui cloud server berada di Singapura, tepatnya di Aliyun Computing Co.Ltd Alibaba.

Sekali lagi dalam kasus SIREKAP hingga kini KPU masih mangkir untuk memberikan data-data yang diminta oleh KIP, padahal sudah menjadi putusan hukum, misalnya termasuk soal MoU (Memorandum of Understanding) dengan Kampus dalam pembuatan program, source code serta sumber data untuk angka "28% 58% 17%" yang misterius dan ajaib, karena hingga kini tidak bisa dibuktikan dari mana asalnya angka-angka tersebut. Dikhawatirkan modus mangkirnya KPU ini bisa juga terjadi (alias ditiru) untuk Starlink bilamana ternyata benar-benar menggunakan IP Global untuk layanannya di Indonesia, seperti rezim ini yang saling meniru modus kecurangan dan kejahatan Pemilu sebagaimana terungkap dalam pemaparan berbagai narasumber saar diskusi pasca nonton bareng Film "Dirty Election" kemarin di Heyoo Cafe Mampang, Jakarta Selatan.

Namun menariknya kemarin (20/05/24) sudah berani ada jaminan dari Menkominfo Budi Arie Setiadi dalam telewicara secara live / langsung di acara "On Social Media" yang dipandu oleh Presenter Monica Khonado di Studio 2 CNN Indonesia, bahwa dia berani menjamin Starlink tidak memakai IP Global namun menggunakan IP lokal. Semoga jaminan dari pejabat negara kali ini tidak lagi seperti kebohongan publik yang sangat vulgar sebagaimana yang dilakukan KPU saat berani-beraninya menjamin bahwa server SIREKAP berada di Indoneaia saat itu bahkan disampaikannya dalam sebuah presscon di KPU yang dihadiri oleh semua komisionernya termasuk ketuanya, namun akhirnya diakui bahwa server berada di Singapura setelah dibongkar dalam sidang KIP.

Jadi saya tidak mau suudzon dulu siapa yang berbohong dalam soal IP Global atau IP Lokal ini yang digunakan oleh Starlink, namun sangat berharap bahwa menkominfo benar-benar bertanggungjawab dengan apa yang sudah dikatakannya secara live di CNNI kemarin dan bisa menjamin kalau ada kasus di Starlink bisa diselesaikan sepenuhnya dengan hukum Indonesia, karena sebenarnya hukum telekomunikasi kita sekarang (UU No. 36 Th 1999) sudah kurang up-to-date untuk diterapkan di dalam kemajuan teknologi informasi yang sudah berjalan 25 tahun pasca disahkannya UU tersebut. Bagaimanapun kita ingat UU No 36/1999 ini saja dulu hampir tidak mampu dan dipaksakan untuk kasus hacker KPU 2004, padahal itu pun baru lewat 5 tahun dari pengesahannya.

Jadi sekali lagi warning yang saya dan Prof Henry Soebiakto tulis kemarin adalah memang saling melengkapi, maka kalau keduanya digabung akan sangat komprehensif untuk catatan pemerimtah dalam mengendalikan bisnis Starlink ini di Indonesia. Paling penting adalah memastikan soal IP Lokal dan penempatan NOC (Network Operating Center)-nya Starlink di Indonesia, sehingga kita tidak kehilangan data atau kesulitan dalam melakukan proses hukum bila terjadi perkara nantinya. Sekali lagi, data sekarang nilainya sangat tinggi, sebagaimana kiasan "Data is the New Oil" sehingga perlu dilindungi keamanannya.

Baca Juga: Puskesmas & Akses Internet, Apa Positif Negatifnya?

Kesimpulannya, jelas bahwa akses internet sangat diperlukan dan bermanfaat bagi masyarakat, khususnya digunakan untuk 10.416 Puskesmas yang tersebar di seluruh Indonesia, namun jangan sampai penggunaannya justru berbalik bisa merugikan Indonesia, baik secara bisnis ekonomi atau secara hukum bahkan mengancam Integrasi Bangsa. Juga tidak hanya untuk dunia kesehatan seperti Puskesmas, namun sebenarnya dunia pendidikan juga seharusnya diperhatikan akses internetnya, jangan dibiarkan murid-murid sampai mahasiswa harus bayar mahal untuk aksesnya. Kehadiran Starlink perlu disikapi dengan bijak dan cerdas namun harus tetap awas agar tidak membuat Indonesia jadi panas dan malah bikin ada wilayah yang lepas ...

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Aldi Ginastiar

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: