Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pencalonan Nono Sampono dalam Paket Pimpinan DPD RI Mendapat Kritik dari Beberapa Pihak

Pencalonan Nono Sampono dalam Paket Pimpinan DPD RI Mendapat Kritik dari Beberapa Pihak Kredit Foto: BPMI Setwapres
Warta Ekonomi, Jakarta -

Dinamika politik terkait manuver untuk mengusung paket pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) periode 2024-2029 terus menghangat. Beberapa waktu lalu, satu paket pimpinan DPD RI telah mendeklarasikan diri, yaitu paket yang terdiri dari Sultan B Najamudin, Yoris Raweyai, dan GKR Hemas. Paket lainnya mengusung La Nyalla Mahmud Mattalitti, Nono Sampono, Elviana, dan Tamsil Linrung.

Deklarasi yang melibatkan Nono Sampono, calon anggota DPD RI dari dapil Maluku yang tidak lolos karena hanya berada di urutan kelima di dapilnya, telah banyak dikritik oleh sejumlah kalangan, termasuk Peneliti Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi).

Menanggapi hal ini, Dr. Ade Reza Hariyadi, Dekan Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Krisnadwipayana Jakarta, mengatakan bahwa sebagai manuver politik, hal ini sah saja. Namun, menjadi tidak elok ketika dilakukan saat proses pemilu calon DPD RI belum selesai, mengingat masih ada pemungutan suara ulang (PSU) DPD RI untuk wilayah Sumatera Barat (Sumbar) sebagaimana konsekuensi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 03-03/PHPU.DPD-XXII/2024.

"Manuver ini dapat memicu kesan tidak menghormati proses demokrasi yang masih berlangsung. Selain itu, formasi paket pimpinan DPD RI yang saat ini diwacanakan potensial menimbulkan polemik mengingat munculnya figur yang justru tidak lolos sebagai anggota DPD RI dalam pemilu 2024. Hal ini akan memancing pertanyaan publik tentang celah mekanisme yang dimanfaatkan dan dapat mempengaruhi legitimasi politiknya," ujar Reza dalam keterangannya di Jakarta, Senin (24/06/2024).

Seyogyanya, kata Reza yang merupakan jebolan program doktoral ilmu politik UI ini, pembicaraan mengenai postur pimpinan DPD yang baru menunggu momentum setelah ada keputusan final tentang keseluruhan anggota DPD terpilih periode 2024-2029. Perlu dipertimbangkan pula isu strategis tentang peran DPD ke depan sebagai corong perjuangan daerah yang kurang tampak dalam periode yang berlangsung saat ini serta kebutuhan untuk melakukan regenerasi dan penyegaran sesuai dengan tantangan zaman.

Baca Juga: Didukung Mayoritas Anggota dan Pemerintah, Sultan, Ratu dan Yorrys Mantap Satukan Visi Maju Pimpin DPD RI

Menurutnya, pemilihan pimpinan DPD tidak hanya berkutat dalam persoalan figur, tetapi juga kekuatan gagasan dan platform politik yang diusungnya. Hal ini penting mengingat sebagian besar DPD terpilih merupakan wajah baru yang tentu saja menghadirkan tantangan sekaligus harapan baru. Oleh karena itu, jika ada poros politik baru, tentu akan menjadi alternatif yang menarik bagi para anggota DPD yang baru terpilih dan menunjukkan kepada masyarakat luas bahwa ada proses politik yang dinamis dan demokratis dalam kelembagaan DPD, terutama dalam memilih pimpinan barunya.

Mengenai isu amandemen UUD 1945, Reza menegaskan bahwa hal ini tentu tidak boleh dilakukan secara gegabah. Amandemen harus diletakkan secara cermat, terutama dalam konsep, objek, dan konsensus dasar sebagai pijakan politik bersama. Jika tidak hati-hati, isu amandemen UUD 1945 akan membuka kotak pandora dan menjadi bola liar yang disusupi berbagai kepentingan pragmatisme politik kelompok yang justru bisa tidak sejalan dengan visi pendiri bangsa dan kepentingan negara.

"Amandemen UUD 1945 harus dilandaskan pada komitmen kenegarawanan, tidak boleh hanya sekadar manuver politik sesaat dan kepentingan pragmatisme kekuasaan semata. Ini berpotensi menghilangkan DPD itu sendiri," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: