Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

SPKS Sebut Penyelesaian Lahan Sawit Rakyat Harus Dilihat dari Tipologi Tanahnya

SPKS Sebut Penyelesaian Lahan Sawit Rakyat Harus Dilihat dari Tipologi Tanahnya Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Dewan Nasional Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus Darto mengusulkan kepada pemerintah yang sedang berupaya menyelesaikan masalah legalitas lahan sawit di dalam kawasan hutan.

Menurut usulannya, penyelesaian masalah sawit rakyat dalam kawasan hutan harus dibereskan berdasarkan tipologi yang ada di lapangan.

Baca Juga: KLHK dan Ombudsman Siap Cegah Maladministrasi dalam Industri Sawit

Darto merinci ada tujuh jenis dari tipologi yang dimaksud. Antara lain yang pertama, petani dari desa yang sudah ada sebelum penetapan kawasan hutan. Kedua, petani dari desa dalam kawasan hutan setelah adanya penetapan kawasan hutan. Ketiga, petani dari desa yang memiliki klaim tanah ulayat atau tanah adat yang telah ada/proses pengakuan sebagai masyarakat hukum adat (MHA).

“Keempat, petani pendatang yang tanahnya diperoleh dari pembelian. Kelima, petani yang memiliki kebun hanya untuk pemenuhan livelihood. Keenam, kebun tumpang tindih dengan pemegang izin kehutanan,” kata Darto dalam keterangannya di media, dikutip Warta Ekonomi, Kamis (11/7/2024).

Terakhir yakni kebun tumpang tindih dengan kawasan lindung atau konservasi.

Selain itu, proses penyelesaian sawit dalam kawasan hutan jangan sampai diseragamkan. Sejatinya boleh saja jika ingin kejar target satu bulan menurut estimasi presiden, namun, Darto mengingatkan perlu klaster di lapangan berdasarkan tipologi tersebut. Pasalnya, masing-masing tipologi berbeda historinya. Maka dari itu tidak boleh diseragamkan.

Baca Juga: Integrasi Hulu sampai Hilir, Kunci Majukan Industri Sawit Nasional

Pola penyelesaian sawit dalam kawasan hutan oleh negara, ujar Darto, hanya memakai 1 indikator saja. Yakni berdasarkan jumlah tahun penguasaan tanah yang kurang dari 20 tahun dengan perhutanan sosial, serta lebih dari 20 tahun dengan reforma agrarian. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: