Pasokan minyak kelapa sawit makin terancam dengan adanya fenomena cuaca La Nina. Hal tersebut berisiko meningkatkan harga CPO dalam jangka pendek.
Menurut Ahli Meteorologi Maxar Donald Keeney, La Nina diprediksi terjadi mulai September atau Oktober 2024. Fenomena alam ini akan membuat curah hujan di negara-negara Asia Tenggara, selaku penghasil utama minyak sawit, berada di atas normal.
Waktu terjadinya La Nina ini, meskipun belum diketahui seberapa intens curah hujannya, juga berisiko mengganggu pekerjaan di lapangan saat panen kelapa sawit mencapai puncaknya.
Direktur Manajemen dari konsultan Gleanuk Economics, Julian McGill menyatakan jika hujan lebat yang ditimbulkan oleh La Nina juga berisiko membuat pasokan minyak sawit terancam dan secara simultan mengerek harga dalam jangka pendek.
“Ini bisa mengakibatkan kekurangan minyak sawit, sehingga dapat mendorong harga naik dalam jangka pendek,” ujarnya dikutip dari Bloomberg, Selasa (16/7/2024).
Perkebunan sawit yang dihantam oleh berbagai hal seperti cuaca yang tidak menentu, terbatasnya ekspansi, dan pohon-pohon yang mulai menua membuat harga dari produk sawit naik lebih dari 5% speanjang tahun ini. Hal tersebut juga membuat pasar makin rentan terhadap kemunduran yang lebih lanjut.
Baca Juga: CPO Merangkak Naik Saat Menurunnya Harga Emas
Sebagai informasi, harga acuan sawit kontrak berjangka di Malaysia diproyeksikan menutup pada level 4.000 ringgit atau setara dengan US$856 per ton. Proyeksi tersebut merupakan rata-rata dari survei yang dilakukan oleh Bloomberg kepada pedagang, analis dan eksekutif perkebunan.
“Faktor yang harus diperhatikan adalah cuaca dan permintaan,” tutur Direktur Godrej International Ltd. Dorab Mistry.
Berdasarkan survei, tutur Mistry, harga sawit bakal menyentuh angka 4.200 ringgit per ton pada semester II/2024. Akan tetapi, jika dampak La Nina ternyata tidak cukup serius, maka harganya diperkirakan turun di level 3.750 ringgit per ton pada Agustus dan September.
Di sisi lain, beberapa faktor diperkirakan mempengaruhi pasar. Semisal, cuaca kering di wilayah Laut Hitam yang berisiko merusak tanaman bunga Matahari dan langkah pemerintah Indonesia untuk menambahkan lebih banyak bahan bakar nabati ke dalam diesel juga berisiko mengurangi surplus ekspor minyak kelapa sawit.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement