- Home
- /
- New Economy
- /
- Energi
Ambisius, Pemerintah Optimistis Soal Pengembangan Biodiesel dan Bioetanol
Sebagai upaya mendukung serta menciptakan bahan bakar alternatif berkelanjutan, pemerintah terus menggenjot produksi biodiesel dan bioethanol untuk mendukung penyediaan energi bersih secara berkelanjutan.
“Untuk memberdayakan semaksimal mungkin sumber daya yang kita punya, ada pendekatan yang kita lakukan, yakni mengurangi penggunaan BBM (Bahan Bakar Minyak) melalui program biodiesel dan bioetanol,” ujar Kepala Balai Besar Survei dan Pengujian Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (BBSP KEBTKE) Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Harris, saat diskusi di Kabupaten Tangerang, beberapa waktu yang lalu, dikutip Warta Ekonomi, Rabu (24/7/2024).
Baca Juga: Kurangi Penggunaan Solar, Pemerintah Mulai Uji Coba Biodiesel B40
Pemerintah, kata Harris, saat ini telah menggunakan bahan bakar biodiesel B35 yang merupakan campuran bahan bakar nabati dari minyak kelapa sawit dengan kadar minyak sawit sebesar 35% sementara sisanya 65% berasal dari BBM solar. Namun, penggunaan B35 tersebut masih terbatas untuk kereta api. Bahkan, B40 saat ini pun sudah mulai diujicoba pada kereta api.
Hal tersebut dinilai merupakan langkah untuk meningkatkan penyediaan energi bersih secara berkelanjutan.
“Baru Indonesia juga yang menerapkan B35 yang kita mulai dari 2021 sampai 2024, dan akan naik B40. Tapi, sekarang masih menunggu proses lebih lanjut seperti pengetesan dan lain-lain,” kata Harris.
Pemerintah, ujar Harris, mengungkapkan komitmen untuk terus mengurangi penggunaan BBM melalui transisi dari energi transportasi berbasis pembakaran internal ke transportasi berbasis listrik atau baterai. Sebelum akhirnya menggunakan bahan bakar berbasis hidrogen.
Baca Juga: Pakar Ungkap Alasan Krusial Sulitnya Penuhi Target Peremajaan Sawit Rakyat (PSR)
“Saat ini pengurangan penggunaan BBM melalui perubahan dari energi transportasi berbasis ICE (pembakaran internal) ke transportasi berbasis listrik atau baterai, sampai ke hidrogen di kemudian hari, target untuk menuju ke sana sudah dibuat,” imbuhnya.
Lebih lanjut, pemerintah telah menargetkan populasi sebanyak 2,2 juta electic vehicle (EV/kendaraan listrik) untuk roda empat dan roda dua sekitar 13 juta unit pada tahun 2030 nanti.
Baca Juga: Wujudkan 'Obsesi' Jokowi, Hyundai dan LG Buat Pabrik Baterai Mobil Listrik Terbesar di Asia Tenggara
Menurut Harris, program EV ini perlahan sudah mulai berjalan meskipun harus ada beberapa upaya untuk melakukan akselerasi yang lebih besar lagi. Akan tetapi, dalam lima tahun berjalan ini pihaknya sudah bisa melihat hasilnya.
Hingga saat ini, 87 persen kendaraan di Indonesia masih bergantung kepada energi fosil, seperti batu bara, gas, dan minyak, kata Harris. Pada sektor transportasi, 99 persen masih memakai BBM, seperti solar dan bensin, yang sebagian besar merupakan BBM impor.
Baca Juga: Usai Diungkit Jokowi, Kini Air Keran Rumah IKN Bisa Langsung Diminum
“Produksi kita di dalam negeri hanya sekitar 600.000 barel per hari, dan yang kita gunakan setiap hari sekitar 1,5 juta barel. Jadi, kita masih impor sekitar 900.000 barel,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar
Advertisement