Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Apkasindo Dukung BPDPKS jadi BPDP, Asalkan…

Apkasindo Dukung BPDPKS jadi BPDP, Asalkan… Pekerja menyadap pohon karet di Desa Sindangratu, Lebak, Banten, Kamis (5/11/2020). Menurut petani, harga jual getah karet di daerah itu naik dalam beberapa hari terakhir hingga Rp7.000 per kilogram dari harga sebelumnya pada bulan lalu Rp3.500 per kilogram. | Kredit Foto: Antara/Muhammad Bagus Khoirunas
Warta Ekonomi, Jakarta -

Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) menyambut baik rencana perubahan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menjadi Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) yang dilakukan oleh pemerintah.

Pemerintah mengklaim jika perubahan tersebut dilakukan agar produktivitas perkebunan kelapa, kakao, dan karet yang akan masuk BPDP tidak semakin jauh tertinggal dibandingkan dengan kelapa sawit.

Menurut Ketua Umum APKASINDO, Gulat Manurung, pihaknya mendukung rencana tersebut dengan catatan BPDP akan memiliki tiga direktorat sawit, kakao, dan kelapa yang masing-masing memiliki wewenang dalam pengelolaan dana yang bersumber dari masing-masing komoditi yang diatur oleh Perpres secara terpisah nantinya.

“Artinya nanti akan terbit Perpres baru untuk Kakao, Karet dan Kelapa tentang penghimpunan dana Kakao dan penghimpunan dana kelapa serta penggunaannya sebagaimana Perpres yang sudah dimiliki oleh komoditi sawit,” ungkap Gulat, dalam keterangan yang dikutip Warta Ekonomi, Senin (29/7/2024).

Selain itu, pihaknya juga mengusulkan agar BPDP nanti menjadi badan yang setara seperti Badan Pangan Nasional atau badan lainnya yang langsung berada di bawah Presiden, bukan Kementerian Keuangan. Pasalnya, jika BPDP nanti masih mengadopsi cara penyaluran dana melalui verifikasi dari kementerian teknis, maka bisa dipastikan nasib petani karet, kakao dan kelapa akan sama dengan nasib petani sawit.

Adapun sektor yang saat ini berhubungan langsung ke produktivitas sawit rakyat menurut Gulat masih belum mencapai target sebagaimana amanah dari Presiden Joko Widodo (Jokowi), misalnya adalah program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).

“Sampai akhir tahun 2023 PSR masih sekitar 322.429 hektar 64% dari 500 ribu hektar (2017-2023). Capaian ini semakin merosot jika dibanding dengan total kebun sawit rakyat yang akan di-PSR-kan yaitu 2,8 juta hektar (Ditjendbun) atau capaiannya baru 11,51%,” tutur Gulat.

Baca Juga: BPDPKS dan Aspekpir Indonesia Kenalkan Produk UKMK Sawit untuk Pariwisata di NTB

Rendahnya capaian PSR ini menurutnya bukanlah sepenuhnya ranah BPDPKS, namun karena banyaknya Kementerian/Lembaga yang mencampuri program kerja BPDPKS itu sendiri. Berdasarkan catatan dari APKASINDO, ada sekitar 34 K/L yang turut berkecimpung dalam program kerja BPDPKS.

Berdasarkan riset dari pihaknya, ada sekitar 84% petani gagal PSR lantaran tersandung klaim kawasan hutan, 62% petani mengatakan jika persyaratan PSR yang diatur melalui Permentan dan Kepdirjenbun terlampau rumit dan berat.

“86% petani mengatakan dana PSR Rp30 juta per hektar terlampau minim. itu tiga besar hambatannya,” jelas Gulat.

Apabila bergeser ke dana BPDPKS yang seyogyanya digunakan untuk sarpras jalan, jembatan, dan alat pengolahan TBS Pekebun, maka Gulat menyebut capaiannya akan semakin jauh dari harapan Presiden Jokowi.

“Indikatornya adalah serapan dana Sarpras pupuk, jalan, jembatan, kenderaan panen, UPT Pengolahan TBS Pekebun dari tahun ke tahun (9 tahun) capaiannya hanya berkisar 2-5%. Yang paling menyedihkan adalah UPT Pengolahan TBS Pekebun praktis 0%” ucap Gulat.

Baca Juga: BRIN Bakal Lakukan Kajian Mendalam Soal Gula Merah dari Air Batang Sawit

Dirinya juga menegaskan bahwa rendahnya PSR dan produktivitas tersebut bukan karena BPDPKS yang tidak bekerja, melainkan dominan karena beratnya persyaratan yang dirancang oleh kementerian teknis terkait (Kementan) yang diturunkan melalui Kepdirjenbun No 62 tahun 2023, meskipun Permentan-nya tidak mengatakan seperti dalam Kepdirjenbun tersebut.

“Kalau ada orang mengatakan bahwa BPDPKS sangat minim mengalokasikan dana ke Petani, itu adalah salah besar. Karena dana yang disiapkan BPDPKS saja pertahun Rp5,4 triliun untuk PSR 180 ribu hektar yang terserap adalah hanya rerata 25%. 

Jadi, ujar Gulat, dia berpendapat bahwa kendalanya bukan masalah sedikit atau banyaknya dana yang disiapkan oleh BPDPKS untuk para pekebun. Melainkan, persyaratan yang melampaui kemampuan petani serta dibebani oleh banyaknya K/L lain yang pasang verboden sehingga petani tidak berdaya meraih dana yang disiapkan oleh BPDPKS.

“Namun anehnya, ujar dia, Kementerian teknis terkait biodiesel (ESDM) regulasi dan kinerjanya lancar relatif lancar tanpa hambatan. Tentu ini menjadi kajian serius dari lembaga riset dan Perguruan Tinggi kedepannya supaya bisa diterapkan di sawit, kakao, kelapa dan karet,” ungkapnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: