- Home
- /
- Kabar Sawit
- /
- Hot Issue
APKASINDO: Sifat Kelapa Sawit Itu Serupa Tanaman Hutan, Bahkan Lebih Baik...
Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) mengapresiasi pernyataan Presiden Prabowo Subianto terkait dengan kelapa sawit yang merupakan aset strategis negara oleh banyak negara di dunia. Oleh sebab itu, Prabowo meminta kepada para kepala daerah, tentara, hingga polisi ikut menjaganya.
Dalam keterangannya, Ketua Umum DPP APKASINDO, Gulat Manurung, pidato Presiden Prabowo tersebut adalah kabar baik. Dia mengatakan bahwa sawit merupakan anugerah Tuhan kepada Indonesia yang sangat diuntungkan lantaran Indonesia berada di garis katulistiwa sehingga sawit tumbuh subur.
Baca Juga: Aktivis Lingkungan Kritik Pidato Presiden, Sebut Ekspansi Sawit Ancam Lingkungan
Adapun Gulat menilai jika pidato Prabowo tersebut merupakan implementasi dari Merah Putih Sawit Indonesia yang selama ini terabaikan. Menurut dia, arahan presiden tersebut merupakan implementasi janji politik melalui Asta Cita yang selama ini digadang-gadang berhasil.
“Petani sawit berharap pernyataan tegas Presiden menjadi rujukan bagi semua Menteri, Gubernur, aparat penegak hukum, dan semua anak bangsa untuk menjaga kompetensi Indonesia untuk menuju Indonesia Emas 2045,” ucap Gulat dalam keterangannya, dikutip Jumat (3/1/2025).
Gulat juga menegaskan agar berbagai pihak menghentikan penggunaan berbagai istilah yang mewujudkan sawit. Pasalnya, sawit harus dijaga lantaran menjadi aset negara yang harus dijaga tanpa terkecuali serta mengikuti arahan dari Presiden Prabowo Subianto.
Adapun arahan presiden yang dimaksud oleh Gulat adalah membuka kebun sawit yang baru. dengan kata lain, pembukaan tersebut didefinisikan dalam arti luas untuk produktivitas (protas). Maka dari itu Gulat mengingatkan agar pihak terkait sepaham bahwa meningkatkan produktivitas sawit bisa dilakukan melalui beberapa cara.
Misalnya pertama adalah peremajaan sawit rakyat (PSR) atau replanting yang dikenal dengan istilah intensifikasi. Gulat menilai jika produktivitas sawit rakyat akan naik sebesar 3 – 4 kali lipat melalui program intensifikasi alias PSR tersebut. Pasalnya, berdasarkan fakta saat ini produktivitas kebun sawit rakyat baru 25 hingga 30% dari potensinya, artinya, ada sekitar 60-70% peluang yang terlewatkan.
Cara kedua adalah dengan strategi ekstensifikasi atau menambah luas lahan. Menurut Gulat, harapan tersebut terbuka luas. Pasalnya, hutan Indonesia masih jauh lebih luas di atas standar minimum hutan dengan non hutan.
Kendati demikian, pihaknya menyarankan agar pemerintah tetap mengutamakan untuk mengoptimalisasi tanah terdegradasi atau terlantar, eks pertambahan atau klaim kawasan hutan yang sudah tidak berhutan.
“Jadi sawit itu memiliki sifat sama dengan tanaman hutan bahkan di berbagai sisi memiliki sifat lebih baik dari tanaman hutan dalam menghasilkan Oksigen, menyerap CO2 dan sangat hemat menggunakan air,” ungkapnya.
Dirinya juga mengingatkan kepada para pihak terkait agar tidak mengartikan moratorium secara sempit. Pasalnya, moratorium bukanlah pembabatan hutan yang masih berhutan untuk perkebunan sawit. Alih-alih demikian, moratorium tersebut harus diluruskan.
Pihaknya merasa khawatir salah kaprah definisi moratorium tersebut bakal menguntungkan negara produsen sawit lainnya seperti Malaysia.
“Dan juga menguntungkan negara produsen minyak nabati selain sawit,” imbuhnya.
Lebih lanjut, terkait dengan regulasi anti deforestasi Uni Eropa atau EUDR, Gulat memaparkan lima poin yang perlu dijalankan oleh pihak-pihak terkait.
Pertama, Indonesia perlu merevisi regulasi negatif terhadap sawit. Menurut dia, regulasi sawit eksisting tertanam tidak lagi digeber oleh Kementerian Kehutanan. Pasalnya, kementerian tersebut selama ini tidak berhenti mengejar sawit.
Yang kedua adalah segera mendirikan Badan Otoritas Sawit Indonesia atau BOSI yang berada langsung di bawah presiden. Dia menilai jika dengan adanya badan tersebut, pemasukan sawit akan meningkat tajam bahkan dua kali lipat dari minimum pemasukan.
“Kok bisa? Karena tidak ada satupun K/L yang tahu berapa sebenarnya luas, produktivitas sawit Indonesia, semua data ini sangat dibutuhkan terkait analisa pasar, terkait pajak/Levy & Terkait kewajiban lainnya. Nah, kajian akademis dari BOSI ini sudah ada dan sudah diuji oleh Program Doktor Hukum UI, jadi enggak perlu repot lagi,” kata dia.
Langkah ketiga adalah tidak menghambat berbagai regulasi tentang sawit. Hal ini juga bertujuan utnuk memajukan serta mendorong Koperasi Petani untuk masuk ke dalam lini UMKM industri hilir sawit.
Keempat, melakukan pengawalan secara progresif program Mandatori Energi Hijau. Langkah terakhir yakni memberlakukan regulasi bahwa kebun sawit rakyat yang produktivitasnya di bawah 1,2 ton Tandan Buah Segar (TBS) per hektare per bulan dan rendemen di bawah 22% wajib melakukan PSR yang biayanya ditanggung Dana Sawit dengan relaksasi persyarakatan lantaran para petani sendiri memiliki beberapa keterbatasan akses.
Baca Juga: Solidaritas Industri Sawit, Papua Nugini Resmi Jadi Bagian CPOPC
“Selanjutnya, Kebun sawit korporasi yang protasnya dibawah 2,5 ton tbs/ha/bulan dan protas CPO-nya di bawah 5,5 ton CPO/ha/tahun wajib direplanting,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar
Advertisement