Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta untuk mempertimbangkan kembali kebijakan pemberian izin konsesi tambang kepada organisasi kemasyarakatan (Ormas) keagamaan menjelang akhir masa jabatan periode keduanya.
Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mulyanto mengungkapkan bahwa kebijakan ini berpotensi menimbulkan kekacauan dalam tata kelola tambang di Indonesia dan dapat menyisakan masalah bagi pemerintahan berikutnya.
Baca Juga: Menanti Realisasi Indonesia Metal Exchange, Eksekusi Tergantung Prabowo-Gibran
"Menjelang purna tugas, pemerintah seharusnya bersiap-siap untuk mundur dan memberikan jalan kepada Presiden terpilih, bukan malah terburu-buru mengejar penyelesaian proyek di saat-saat terakhir," kata Mulyanto, Kamis (1/8/2024).
Mulyanto menekankan bahwa di akhir masa kekuasaan, Presiden Jokowi sebaiknya tidak membuat kebijakan yang berpotensi menimbulkan kekacauan.
Ia berpendapat bahwa kebijakan ini melanggar Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang mengamanatkan pemberian prioritas izin pertambangan hanya kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
"Kebijakan memberikan prioritas izin tambang kepada Ormas keagamaan melanggar undang-undang karena pengusahaan tambang seharusnya dilakukan oleh badan usaha yang memiliki spesialisasi dan kompetensi dalam bidang ini," ujar Mulyanto.
Sebelumnya, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah telah menyatakan kesediaan mereka untuk menerima izin konsesi tambang dari pemerintahan Presiden Jokowi.
Baca Juga: Jokowi Dapat Salam Perpisahan dari GAPENSI
Sementara itu, Ormas Persatuan Islam (Persis), Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia menyatakan bahwa mereka masih mengkaji kemungkinan pengelolaan tambang.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait:
Advertisement