Kredit Foto: Antara/Rahmad
Indonesia memiliki potensi ekonomi hijau yang memberikan sumbangsih besar dari proses perdagangan karbon. Berdasarkan catatan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), perdagangan karbon bisa meraup untung hingga Rp350 triliun.
Adapun salah satu perdagangan karbon yang dimaksud berasal dari pengolahan limbah kelapa sawit menjadi biochart. Limbah tersebut berasal dari sisa tandan kelapa sawit, pelepah atau daun sawit, hingga batang pohon yang sudah tidak digunakan lagi.
Baca Juga: Target 60.000 Ha Peremajaan, Begini Cara PalmCo Gandeng Semua Petani Sawit Indonesia
Limbah tersebut biasanya akan dibiarkan membusuk begitu saja yang kemudian malah menjadi penghasil ekonomi karbon serta masalah lingkungan lainnya. Padahal, apabila dimanfaatkan dan diolah menjadi biochart, nilai ekonomi yang dihasilkan mencapai US$5,85 miliar. Angka tersebut masih belum termasuk hasil penjualan produk sawit sendiri.
Pakar Biochart Kementerian Pertanian (Kementan), Dedi Nursyamsi, menjelaskan bahwa hasil pengolahan limbah sektor industri kelapa sawit ini bisa menghasilkan emisi karbon yang sangat besar baik berupa gas, maupun padat.
Biochart tersebut menurut Dedi mempunyai berbagai manfaat. Salah satu yang paling banyak digunakan adalah sebagai salah satu bahan penyubur tanah. Hasil olahan limbah sawit ini pun tidak mengeluarkan emisi karbon lantaran bentuknya yang berupa karbon padat (arang).
"Karbon yang sudah dalam bentuk padat itu atau biasa kita sebut sebagai biomass, itu bisa kita rubah menjadi biochart. Biochart itu bahasa awamnya arang pokoknya. Arang melalui proses pembakaran minim oksigen atau tanpa oksigen," jelasnya dalam Talkshow 'Optimalisasi Nilai Ekonomi Karbon (NEK) Melalui Pengembangan Biochar Limbah Kelapa Sawit' Festival LIKE 2 di Jakarta Convention Center (JCC), ditulis Warta Ekonomi, Minggu (11/8/2024).
Baca Juga: Pemerintah Matangkan Rencana Satu Peta untuk Tuntaskan Masalah Sawit
Arang-arang tersebutlah yang relatif tahan terhadap pelapukan, dekomposisi, fermentasi, serangan suhu, kelembaban, mikroba dan lain sebagainya.
"Biochart itu biasanya digunakan orang itu untuk menyuburkan tanah," tambah Dedi.
Dirinya mengungkapkan bahwa Indonesia saat ini mempunyai sekitar 16,5 juta hektar perkebunan kelapa sawit yang mana, tiap hektarnya menghasilkan kurang lebih 50 ton biomas yang bisa diubah menjadi biochart.
Baca Juga: Pemerintah Matangkan Rencana Satu Peta untuk Tuntaskan Masalah Sawit
Sedangkan, di luar itu, setiap tahunnya sekitar 670.000 hektare kelapa sawit harus diremajakan. Dengan kata lain, sawit-sawit harus ditebang dan menjadi sumber emisi baru.
Apabila dihitung, sektor tersebut dalam setahun bisa menghasilkan sekitar 58,5 juta ton karbon. Yang mana, apabila karbon-karbon tersebut diolah menjadi biochart, maka bisa memberikan nilai ekonomi hingga US$5,85 miliar.
"Potensi biochart dari sawit itu bisa dihitung menjadi ekonomi karbon kurang lebih US$100 US per ton. Nah tinggal dikalikan aja tadi 58,5 juta ton, dikalikan dengan US$100. Jadi kalau dirupiahkan, sawit dari limbahnya saja sekian itu ketemu angkanya (US$5,85 miliar),” jelasnya.
Dalam kesempatan serupa, Ketua Umum Carbon Inisiatif Indonesia (CII), Audey Sjofjan, memprediksi potensi Indonesia yang dihasilkan dari pengolahan biochart dan hasil produksi sawit (CPO) bisa mencapai US$ 14,85 miliar.
Baca Juga: Dari Naik Pesat Jadi Turun, Ada Apa dengan Ekspor Lidi Nipah dan Lidi Sawit Indonesia?
"Saya langsung saja lah ke angka duit, saat ini ada 3 juta hektar kebun tua yang perlu diremajakan. Nah nilai dari 3 juta hektar itu nilainya ada 2, nilai dari biochart dan karbon kredit itu ada US$6,7 miliar. Setiap tahun yang tadi disertakan (Dedi) itu ada sekitar 670.000 hektar yang kita harus melakukan peremajaan. Uangnya itu setiap tahun US$1,3 miliar, setiap tahun. Nah ini dua yang ada di dalam perkebunan. Nah yang kalau di dalam pabrik kita total, yang bisa kita bisa dapat dari penjualan karbon kredit dan materialnya (CPO) itu hampir US$15 miliar (US$14,85 miliar) per tahun," jelas Audey.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait:
Advertisement