Fenomena politik kartel dalam Pilkada kembali mencuat, mengulang pola buruk yang terjadi pada Pemilu 2024 lalu. Beberapa tokoh politik menilai bahwa situasi politik saat ini semakin memburuk, dengan praktik-praktik politik yang diatur sedemikian rupa sehingga tidak ada persaingan yang sehat antar partai politik.
Menurut Prof. Saiful Mujani, pengamat politik sekaligus pendiri lembaga survei SMRC, fenomena politik kartel ini mencerminkan tidak adanya persaingan yang sejati antara partai-partai politik.
“Politik kartel itu bukan sekadar politik, tapi sebuah sistem di mana tidak ada persaingan antar partai, semuanya diatur. Ini sangat merugikan pemilih, karena pilihan mereka menjadi sangat terbatas,” ujarnya dalam sebuah diskusi di kanal YouTube Abraham Samad.
Prof. Saiful menjelaskan bahwa dalam sistem kartel, partai-partai politik dan elit politik berkolusi untuk menentukan calon-calon yang akan maju dalam Pilkada. Hal ini serupa dengan konsep kartel dalam bisnis, di mana produsen berkolusi untuk mengatur produksi dan kualitas barang, sehingga konsumen tidak memiliki pilihan lain selain menerima apa yang ada.
“Pemilih sebagai konsumen politik berada dalam posisi yang sangat dirugikan. Mereka tidak bisa memilih calon yang benar-benar mewakili aspirasi mereka, karena calon-calon itu sudah diatur oleh elit politik,” tambahnya.
Fenomena ini juga terlihat dalam Pilpres 2024, di mana menurut Prof. Saiful, pemilihan calon presiden dan wakil presiden tidak mencerminkan persaingan yang sehat.
Baca Juga: Rocky Gerung Nilai Anies Pasti Habis untuk Pilkada DKI Jakarta
"Pada Pemilu 2024, kita sudah melihat tanda-tanda politik kartel ini, namun di Pilkada, situasinya semakin memburuk. Tidak ada lagi ruang untuk persaingan yang fair, semuanya diatur demi kepentingan kelompok tertentu," ungkapnya.
Prof. Saiful juga menyoroti bagaimana Pilkada di beberapa daerah, termasuk DKI Jakarta dan Jawa Barat, dirancang untuk menghalangi munculnya calon-calon yang dianggap tidak diinginkan oleh kelompok tertentu. Ia mengingatkan bahwa situasi ini mengancam demokrasi di Indonesia, karena rakyat tidak lagi memiliki kebebasan untuk memilih pemimpin mereka.
Sebagai penutup, Prof. Saiful menyatakan kekhawatirannya bahwa jika praktik politik kartel ini terus berlangsung, kualitas demokrasi di Indonesia akan semakin menurun.
"Kita harus waspada dan kritis terhadap fenomena ini, karena politik kartel hanya menguntungkan segelintir elit dan merugikan rakyat banyak," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Advertisement