Mengenal Beneficial Owner, Modus Kejahatan yang sering digunakan dalam Industri Keuangan
Kejahatan keuangan masih kerap terjadi. Salah satunya yang tengah menjadi perhatian publik adalah beneficial owner atau pemilik manfaat, yakni orang yang dapat menunjuk atau memberhentikan direksi, dewan komisaris, pengurus, pembina, atau pengawas pada korporasi. Serta, memiliki kemampuan untuk mengendalikan korporasi, berhak atas dan/atau menerima manfaat dari korporasi baik langsung maupun tidak langsung.
Menurut Yunus Husein, Pengamat Hukum, beneficial owner merupakan orang di balik layar yang mengendalikan perusahaan secara menyeluruh. Hal ini pula yang terjadi dalam kasus Kresna Life. Menurut Yunus, pemilik Kresna Life Michael Steven merupakan sosok beneficial owner yang merugikan nasabah.
“Jadi kalau mau cari financial crime, jangan cari perusahaannya saja. Kejar orang di balik perusahaannya, kejar si Michael, dia ini sebagai beneficial owner yang mengendalikan segala-galanya, dia yang bermain, dia yang memanfaatkan perusahaan itu,” tegas Yunus dalam gelaran InfobankTalknews bertajuk "Hati-Hati Modus Financial Crime di Sektor Keuangan", Selasa (13/8/2024).
Baca Juga: Kasus Kresna Life, Modus 'Ali Baba' yang Seharusnya Ditindak Tegas
Sebagai catatan, pemilik Grup Kresna Michael Steven ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri atas perkara yang menyangkut PT Kresna Sekuritas. Meski sudah ditetapkan sebagai tersangka, MS masih dapat memenangkan gugatan terhadap Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam tiga kasus di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Lebih jauh dia menjelaskan, buronan yang mengajukan gugatan dalam perkara pidana maupun perdata telah melanggar prinsip Fugitive Disentitlement Doctrine. Dia dianggap tidak menghargai pengadilan.
Di lain sisi, Yunus juga mengkritisi terkait dengan administrasi pengawasan di sektor asuransi yang tidak sebaik administrasi pengawasan di sektor perbankan.
“Karena kurang rapinya administrasi ini bisa dijadikan celah-celah mengajukan gugatan di PTUN. Tapi, dalam kasus ini, saya lihat celahnya bukan gara-gara itu (administrasi), tapi gara-gara faktor-faktor yang tidak jelas. Masa buronan bisa menang berkali-kali,” jelasnya.
Di kesempatan yang sama, Pujiyono Suwadi, Ketua Komisi Kejaksaan Republik Indonesia menilai, dalam kasus Kresna Life diperlukan penegakan hukum yang cermat, terutama para pengadil di PTUN. Jika tidak, akan berujung pada preseden buruk.
“Di PTUN itu seperti pra peradilan, yang diadili adalah alat-alat bukti yang sifatnya formil. Makanya, kecermatan administrasi dari pembuat kebijakan harus strict betul. Terkait dengan Kresna Life, hal-hal formil ini tidak dipatuhi, ya jadinya persoalan. Sekali pun kita juga mempersoalkan ketidakpekaan keputusan (pengadil) tersebut,” paparnya.
Pujiyono menilai, OJK sudah sesuai prosedur dalam menangani kasus Kresna Life. Sejumlah tahapan telah ditempuh, hingga akhirnya menutup izin usaha Kresna Life. Lalu, bagaimana solusi dari kasus Kresna Life yang masih bergulir di meja hijau?
Menurut Pujiyono, poin pentingnya adalah keberanian aparat hukum yang diawali dari OJK. “Keputusan PTUN sebagian besar dalam eksekusinya bisa disiasati. Banyak putusan PTUN yang menang di atas kertas. Tinggal bagaimana keberanian tim hukum OJK,” jelasnya.
Solusi selanjutnya, kata Pujiyono, jika OJK ingin melakukan intervensi dalam kasus Kresna Life, bisa ‘dilarikan’ pada kasus korupsi. Dengan begitu, aparat penegak hukum lain bisa terlibat dalam kasus ini.
Baca Juga: Terungkap, Inilah Modus Kejahatan Michael Steven di Kresna Group
Kemudian, Reza Ronaldo, Pengamat Asuransi mengatakan, sejumlah kasus kejahatan korporasi di industri asuransi memang jadi tantangan tersendiri bagi OJK. Oleh karenanya, regulator dan para penegak hukum perlu melakukan adaptasi regulasi di tengah teknologi dan digitalisasi yang semakin canggih sebagai langkah identifikasi dan menangkap pelaku financial crime dengan kepemilikan tersembunyi.
“Kasus gugatan balik terhadap OJK menunjukkan perlunya perbaikan regulasi dan penegakan hukum untuk memberikan efek jera lebih kuat. Jadi nggak boleh regulator kalah dengan yang diatur,” tegasnya.
Di sisi lain, industri asuransi juga perlu memperbaiki tata kelola perusahaan yang baik, bukan malah berorientasi untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. “Yuk mari kita hidupkan industri asuransi ini, yuk kita lihat lagi, jangan lagi kita manipulasi informasi, aktuarisnya kalau kurang lebih sekian ya sekian,” ucapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman
Tag Terkait:
Advertisement