Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Industri Keuangan RI Memang Berkembang Pesat, Lalu Bagaimana dengan Keamanan Sibernya?

Industri Keuangan RI Memang Berkembang Pesat, Lalu Bagaimana dengan Keamanan Sibernya? Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Jakarta -

Percepatan digitalisasi sungguh telah mengubah cara kita bekerja dan melakukan kegiatan sehari-hari. Oleh sebab itu, perusahaan perlu berpikir ulang tentang strategi penyelenggaraan layanan mereka. Bidang perbankan misalnya, yang menurut EY sudah menyalip e-commerce di pertengahan pertama 2022 dalam hal perolehan pendanaan dan pengumpulan modal.

Norma-norma baru telah menciptakan peluang yang luar biasa besar, tetapi juga memunculkan banyak pertanyaan penting tentang masa depan industri perbankan, jasa keuangan, dan asuransi (BFSI). Bagi perusahaan jasa keuangan tradisional, pastinya terdapat masalah eksistensi di tengah munculnya pemain-pemain teknologi finansial yang lebih lincah.

Di Indonesia, contohnya, EY menemukan bahwa hampir setengah populasinya sudah memiliki produk atau layanan dari neobank —ini menandakan sengitnya persaingan industri ini. Baca Juga: Lihat Kasus BSI, Masinton Minta Pemerintah Investasi di Bidang Keamanan Siber

Menurut Edwin Lim, Country Director of Indonesia, Fortinet, Kepatuhan dan Kinerja Keuangan dalam dunia digital dapat berpotensi menjadi pedang bermata dua. Ia menjelaskan disrupsi memang menciptakan peluang dan tantangan, tetapi risiko dan agenda perlindungan regulasi tetap menjadi fokus utama yang harus disikapi oleh institusi di Indonesia.

“Pada akhirnya, kepatuhan juga terkait dengan kinerja keuangan dan upaya memenuhi kebutuhan nasabah dan investor yang semakin meningkat. Sebagai hasilnya, inovasi dan transformasi yang berpusat pada bisnis akan menjadi sangat penting dalam mengatasi ketegangan ini dan memastikan imbal balik yang berkelanjutan” terang Edwin dalam pernyataan tertulisnya di Jakarta, Jumat (30/6/2023).

Edwin juga  menyampaikan, di satu sisi, hal ini akan meningkatkan kepercayaan, yang ditemukan EY sebagai alasan utama bagi 91 persen nasabah Indonesia saat memilih layanan perbankan. Hal ini juga memengaruhi kemampuan penyedia layanan untuk membina hubungan dengan nasabah, sekaligus mempertahankan kebijakan privasi tinggi yang melindungi kepentingan nasabah mereka. Di saat bersamaan, hal ini juga memampukan inovasi yang dengan mulus memenuhi kebutuhan finansial dengan aman.

Nilai penting yang terlihat jelas di sini, seperti penemuan  EY, adalah bahwa 70 persen orang Indonesia sangat tertarik dengan aplikasi ‘super’ sebagai platform tunggal untuk memenuhi seluruh kebutuhan perbankan mereka dengan aman.

Sedangkan dalam rangka mempersiapkan diri menghadapi regulasi dan memenuhi kebutuhan nasabah, BFSI perlu mengadopsi pendekatan zero trust untuk memperoleh visibilitas. Zero trust mewajibkan autentikasi dan otorisasi dilakukan tiap kali akses diberikan kepada sumber tertentu pada tiap transaksi. Di Eropa, 55 persen lembaga keuangan sudah menggunakan bentuk strategi zero trust tertentuuntuk otorisasi dan autentikasi. Akselerasi digital sangat penting dalam persaingan di pasar keuangan masa kini. Namun, risiko tetap ada. Pertama, pastikan karyawan mendapat pelatihan dan pengembangan kemampuan dalam hal teknologi perusahaan.

Kedua, pemanfaatan set data besar dapat membantu mengidentifikasi potensi kesulitan sebelum menjadi besar. Satgas Waspada Investasi (SWI) Indonesia adalah contoh yang baik, menggunakan analitik data besar untuk mengidentifikasi aktivitas jasa keuangan ilegal dan mengambil langkah pencegahan untuk melindungi masyarakat dari penipuan berkedok investasi. Upaya ini dapat dilengkapi pihak industri dengan menggunakan pendekatan zero trust yang kuat, yang juga memampukan pemain untuk berbagi data dengan aman dan memitigasi risiko siber. Baca Juga: Bahaya! MASTEL Nilai Kejahatan Siber di Industri Keuangan Bisa Berisiko Sistemik

Beberapa upaya bersama dan berkelanjutan yang harus diupayakan oleh institusi keuangan dalam menangani keamanan Siber menurut Edwin, adalah melalui langkah-langkah keamanan siber yang didasarkan pada zero trust, kepatuhan menjadi tidak terlalu menakutkan karena perusahaan berada di posisi yang bisa memastikan bahwa data dan transaksi mereka terlindungi dengan lebih baik. Walaupun ini bukan tugas sederhana untuk dilakukan sendiri oleh pihak BFSI, bekerja sama dengan vendor dan mitra dapat lebih membuahkan manfaat. 

“jadi langkah Bersama yang harus diupayakan terutama jika vendor dan mitra ini berkomitmen terhadap keterbukaan dan integrasi lintas vendor. Saat vendor bekerja sama di seluruh lanskap ancaman, gabungan produk mereka lebih kuat dibanding bagian-bagiannya, sehingga memperdalam tingkat perlindungan siber Anda. Berbagi inteligensi ancaman memberikan cara yang lebih efektif untuk mendeteksi abnormalitas dalam transaksi uang dengan platform keamanan, orkestrasi, automasi, dan respons (SOAR)" Pungkas Edwin.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Fajar Sulaiman

Advertisement

Bagikan Artikel: