Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

FLAIPHI Minta Diksi Proteksi Industri Hulu Diubah Dalam Bentuk Pemberian Insentif

FLAIPHI Minta Diksi Proteksi Industri Hulu Diubah Dalam Bentuk Pemberian Insentif Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menyikapi maraknya impor produk jadi plastik, Forum Lintas Asosiasi Industri Plastik Hilir Indonesia (FLAIPHI)  mengharapkan diksi proteksi kepada Industri Hulu perlu dievaluasi kembali dan dibuka kemungkinan untuk diubah menjadi pemberian insentif berupa insentif pajak maupun insentif yang lain.

Dari sini diharapkan akan berujung pada tidak membuat harga BBP menjadi lebih mahal dibanding dengan negara pesaing utama produk jadi plastik terutama negara-negara anggota ASEAN dan China.

Demikian dikemukakan oleh juru bicara Forum Lintas Asosiasi Industri Plastik Hilir Indonesia (FLAIPHI) Henry Chevalier dalam keterangannya kepada para wartawan usai Focus Group Discussion dengan tema Membedah Tingkat Daya Saing Industri Plastik Hilir Indonesia di Tengah Maraknya Impor Produk jadi Plastik. 

Hadir dalam diskusi itu, Direktur Industri Kimia Hilir Kementerian Perindustrian RI, Emmy Suryandari, Kepala Pusat Pengkajian Sistem Rantai Pasok ITB, LAPI ITB, Titah Yudhistira ST MT Phd, Direktur Impor Kementerian Perdagangan RI Arief Sulistiyo dan pelaku industri plastik Indonesia baik hadir langsung maupun mengikuti melalui zoom meeting.  

“Proteksi yang saat ini masih ada yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 19 Tahun 2009 yang mengenakan tarif Bea Masuk terhadap BBP sebesar 10-15% perlu segera dievaluasi dan digantikan insentif pajak atau jenis insentif lain yang memungkinkan industri hulu plastik dalam negeri bisa berkembang dan mampu memproduksi BBP yang harganya bersaing,” kata Henry Chevalier yang didampingi Executive Director Rotokemas Indonesia Ferrya Bunarjo, Head of Association ABOFI (Asosiasi Biaxially Oriented Film Indonesia) Santoso Samudra Tan dan Sekretaris Asosiasi Giatpi (Gabungan Industri Aneka Tenun Plastik Indonesia) Totok Wibowo.

Baca Juga: Bersaing dengan Produk Jadi Plastik Impor, Ini yang Perlu Dilakukan Industri Hilir

Menurut Henry, dengan maraknya impor produk jadi plastik masuk ke pasar dalam negeri seperti yang menjadi perhatian kita beberapa waktu belakangan ini, perlu dikaji kembali apakah perlindungan yang diberikan kepada industri plastik hilir dalam negeri sudah memadai atau belum. Indikasi yang bisa menunjukan keefektifan dari lartas yang lebih diberlakukan adalah apakah terjadi penurunan impor produk jadi yang berdampak pada naiknya utilisasi kapasitas dalam negeri. 

“Jika terjadi hal tersebut belum terlihat secara signifikan, maka perlu dikaji ulang pemberlakukan lartas dengan syarat yang lebih ketat sehingga tujuannya bisa tercapai. Dengan terciptanya peluang bagi industri hilir plastik dalam negeri untuk bisa meningkatkan utilisasi kapasitas produksinya, maka secara otomatis akan membutuhkan bahan-bahan plastik yang lebih banyak. Kondisi ini tentu akan berdampak positif bagi industri hulu yang memproduksi BBP untuk bisa juga meningkatkan utilisasinya,” ujarnya.

Dalam dikusi yang diadakan oleh FLAIPHI yang beranggotakan  APHINDO, ROTOKEMAS, GIATPI, ABOFI, GAPMMI, ASPADIN terungkap, berdasarkan kajian yang dilakukan oleh LAPI ITB tentang suplai and demand bahan baku plastik, tergambar bahwa dengan proteksi yang dilakukan dengan menggunakan instrumen Bea Masuk menyebabkan harga bahan plastik di dalam negeri menjadi paling mahal dibandingkan dengan harga bahan baku plastik di kawasan ASEAN. Hal yang sama jika membandingkan harga harga bahan plastik dengan China. 

Baca Juga: Industri Bahan Baku Plastik Butuh Proteksi, Ancaman Deindustrialisasi Nasional Depan Mata

Akibat dari harga BBP yang lebih mahal dibandingkan dengan ASEAN dan China, yang dalam prakteknya adalah pesaing utama untuk produk jadi plastik, mengakibatkan daya saing produk jadi plastik Indonesia menjadi relatif`lebih rendah. Ini bukan hanya berakibat pada sulitnya kita bersaing di pasar global, tetapi juga berakibat kita tidak mampu membendung masuknya barang,jadi plastik melalui jalur impor yang harganya lebih murah.

Hal yang sama juga terjadi ketika Permendag Nomor 36 tahun 2023 akan diterapkan. Ketika pada awal bulan Desember 2023 diumumkan bahwa Permendag Nomor 36 Tahun 2024, yang di dalamnya ada pengaturan untuk impor bahan baku plastik (BBP) yang terdiri dari 12 HS Code, akan diberlakukan mulai 10 Maret 2024, harga BBP dalam negeri secara perlahan mengalami kenaikan secara signifikan. Beruntung, setelah melalui beberapa kali diskusi yang melibatkan seluruh Stake Holder industry Plastik, baik Industri Hulu maupun Industri Hilir dan seluruh pihak terkait pembuat kebijakan, akhirnya pengaturan terhadap impor BBP tidak jadi dilaksanakan.

“Dari diskusi ini, industri hilir bisa dilindungi sehingga menjadi salah satu triger poin bisa dilindungi, tumbuh dan meningkatkan peran membantu industri hilir,” kata Head of Association ABOFI (Asosiasi Biaxially Oriented Film Indonesia) Santoso Samudra Tan. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: