Pakar Bioenergi, Tatang Hernas Soerawidjaja mengungkapkan Indonesia mempunyai potensi besar untuk memanfaatkan sumber energi nabati sebagai bahan bakar alternatif. Akan tetapi, Tatang juga mengingatkan tantangan yang perlu diatasi yakni rendahnya inovasi di industri lokal.
Dirinya menilai jika transisi energi berbasis bioekonomi sangat penting untuk mendukung tujuan-tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Alhasil, potensi tersebut harus dioptimalkan terutama dengan memanfaatkan tumbuhan di Indonesia yang sebenarnya kaya akan minyak dan lemak serta keunggulan utama adalah tidak dimiliki oleh negara-negara beriklim empat musim.
"Inovasi lokal perlu ditingkatkan agar Indonesia dapat memanfaatkan sumber daya alamnya secara mandiri dan berkelanjutan," ujar Tatang, dalam keterangannya, dikutip Warta Ekonomi, Senin (26/8/2024).
Menurut dia, batang sawit tua yang merupakan limbah perkebunan sawit berpotensi untuk diolah. Khususnya setelah peremajaan. Pasalnya, batang sawit tua masih mengandung sejumlah nira atau air gula sekitar 70%, dan pati 30% yang merupakan pati dan lignoselulosa sehingga potensinya tidak kalah dari tebu.
Adapun potensi bioethanol dari peremajaan kebun sawit ini mencapai 8,7 hingga 10,3 kiloliter per hektare. Dan dari 8,7 kiloliter dengan 640 ribu hektare per tahunnya, Indonesia bisa menghasilkan 5,6 juta kiloliter bioethanol.
“Jika 50 persen dari potensi ini bisa direalisasikan, maka akan mencapai 2,8 juta kiloliter," katanya.
Angka tersebut setara dengan sebanyak 70 pabrik bioethanol yang harus dibangun serta lebih dari cukup untuk mendukung program E5 pada seluruh bensin di Indonesia hingga tahun 2030 nanti.
Sebagai informasi, program E5 merupakan program inisiatif Pemerintah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca serta meningkatkan penggunaan bahan bakar terbarukan dengan mencampurkan 5% bioethanol ke dalam bensin.
Baca Juga: Harapan GAPKI di Ceruk Pasar Industri Sawit Nigeria
Perlu Komitmen
Untuk diketahui, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan alias Zulhas selalu menegaskan pentingnya hilirisasi produk kelapa sawit yang bisa menambah nilai ekonomi. Pasalnya, setiap bagian dari pohon kelapa sawit mempunyai potensi untuk diolah menjadi produk yang bernilai termasuk bioenergy dan bioavtur.
Oleh sebab itu, Zulhas berharap agar para pelaku usaha tidak hanya mengekspor kelapa mentah saja, melainkan juga dengan produk-produk turunannya yang juga memiliki nilai ekonomi.
Kelapa pun bisa diolah menjadi berbagai produk bernilai lebih di antaranya santan, minyak kelapa, kelapa parut dan air kelapa. Indonesia pun saat ini mulai mengekspor produk-produk seperti nata de coco, briket arang, dan tempurung kelapa yang semakin diminati lantaran kualitasnya yang tinggi.
Maka dari itu, Indonesia pun harus memanfaatkan potensi ini dengan baik dengan statusnya sebagai produsen kelapa terbesar kedua di dunia dan juga merupakan salah satu eksportir utama produk kelapa beserta turunannya.
Salah satu bentuk energy terbarukan yang berasal dari sumber biologis seperti kelapa dan kelapa sawit yakni bioenergi. Bioenergi dinilai lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan bahan bakar fosil serta dapat diperbarui. Hal ini menjadikannya sebagai solusi energi yang berkelanjutan.
Dengan tren penurunan harga batu bara dan potensi besar yang dimiliki oleh komoditas seperti kelapa dan kelapa sawit, Bengkulu memiliki peluang besar untuk memperkuat ekonominya melalui diversifikasi.
Pemanfaatan bioenergi sebagai bagian dari strategi hilirisasi komoditas ini tidak hanya akan mendukung ekonomi lokal, tetapi juga membantu Indonesia dalam mencapai target energi terbarukan dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement