- Home
- /
- New Economy
- /
- Energi
Dukung Kemandirian Bioenergi, RSI dan Pakar IPB Usul Ekstensifikasi Sawit di Lahan Terdegradasi
Ketua Umum Rumah Sawit Indonesia (RSI), Kacuk Sumarto, mengatakan bahwa pihaknya mendukung upaya ekstensifikasi atau perluasan lahan perkebunan kelapa sawit untuk mendukung kemandirian bioenergy dengan memanfaatkan lahan yang sudah terdegradasi.
Dengan kata lain, asosiasi multi-stakeholder tersebut mendukung kebijakan Presiden Prabowo Subianto demi kemandirian bioenergy dalam negeri dari B35, B40, B50, hingga B100. Maka dari itu, pihaknya sepakat untuk melakukan intensifikasi melalui peremajaan sawit rakyat (PSR). Dengan catatan, tetap memperhatikan riset dan teknologi untuk menghasilkan produktivitas yang maksimal.
"Namun, jika ternyata produksi minyak sawitnya tidak mencukupi, bisa dilakukan eksentifikasi dengan memanfaatkan lahan-lahan yang sudah terdegradasi," ujar Kacuk dalam keterangannya di Jakarta. Jumat, (10/1/2025).
Kendati tidak sempurna dalam memenuhi fungsi hutan, sambung Kacuk, namun intensifikasi tersebut dinilai bisa mengurangi laju degradasi sekaligus meningkatkan nilai ekonomi dari lahan terdegradasi.
Pemanfaatan lahan terdegradasi tersebut di lain sisi juga perlu dilakukan mixed plantation. Tujuannya agar ada bauran komoditi, sehingga fungsi hutannya lebih terjaga. Misalnya adalah dengan menggabungkan tanaman berkayu penghasil pangan.
Baca Juga: Garap Proyek Energi Hijau Senilai Rp260 Miliar, Saham HGII Langsung Lompat Saat Listing
Untuk diketahui, Budi Mulyanto selaku Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) University sekaligus Ketua Pusat Studi Sawit mendukung rencana Presiden Prabowo Subianto untuk menambah lahan tanaman kelapa sawit.
Apalagi, menurut dia ekstensifikasi tersebut tidak akan menimbulkan deforestasi sebagaimana yang dikhwatirkan dan diklaim banyak pihak.
Ekstensifikasi tersebut menurut Budi harus dilakukan tanpa meninggalkan intensifikasi, hal tersebut seiring visi Presiden Prabowo soal ketahanan pangan dan energi.
Kendati demikian, dirinya mengungkapkan jika pemerintah hanya melakukan intensifikasi saja, maka diprediksi tidak akan mampu mencukupi kebutuhan produksi biodiesel berbasis sawit.
"Produksi sawit harus sama dengan sawit untuk ekspor, untuk pangan dan sawit untuk energi. Nah dengan B40 itu kondisinya sudah kritis karena sudah menggerogoti kebutuhan sawit untuk pangan dan ekspor," kata dia.
Selain itu, meskipun intensifikasi selama ini sudah dilakukan melalui Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), namun dia menilai jika program tersebut masih belum mampu mencukupi kebutuhan minyak sawit Indonesia baik untuk ekspor, pangan maupun energi, apalagi, Indoensia ingin merambah ke Program Mandatori Biodiesel B50.
"Oleh karena itu, mau tidak mau produktivitasnya harus ditingkatkan, yang mana strategi yang harus dicapai adalah ekstensifikasi," jelasnya.
Baca Juga: Satgas Nataru Pertamina Sukses Jaga Pasokan Energi Nasional
Budi mengungkapkan bahwa jika dilakukan perluasan kebun sawit alias ekstensifikasi, maka Indonesia harus memiliki lahan sekitar 31,8 juta hektare (ha) yang sudah tidak berhutan.
Oleh sebab itu, dia menyarankan untuk melakukan ekstensifikasi kebun sawit di kawasan hutan yang sudah tidak berhutan. Sehingga, perluasan kebun sawit ini tidak menyebabkan deforestasi.
Kawasan hutan yang tidak berhutan seluas 31,8 juta ha tersebut mencakup beberapa macam seperti sawah, kebun masyarakat, pemukiman warga transmigrasi dan semak belukar yang mendominasi lahan tersebut.
"Lahan yang sudah tidak berhutan itu harus diberdayakan. Masa kawasan hutan telantar seperti ini didiamkan saja, itu tidak fair. Kementerian Kehutanan harus mengeluarkan lahan seluas 31,8 juta ha ini dari status kawasan hutan sehingga bisa dioptimalkan penggunaannya,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement