Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pemerintah Canangkan Tahun 2060 Ketenagalistrikan Ditopang EBT 367 GW, Sumbernya dari Mana?

Pemerintah Canangkan Tahun 2060 Ketenagalistrikan Ditopang EBT 367 GW, Sumbernya dari Mana? Kredit Foto: Rahmat Dwi Kurniawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah mencanangkan pada tahun 2060 energi baru terbarukan (EBT) akan menopang sektor ketenagalistrikan hingga mencapai kapasitas 367 Gigawatt. Kapasitas Terpasang (DMN) akan diisi oleh 42% Varian Renewable Energy (VRE), dan 58% Non-VRE.

Hal ini sampaikan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Sahid Junaidi pada Konferensi Pers Pra-Acara dan Peluncuran Resmi Indonesia Sustainable Eenergy Week (ISEW) 2024, di JB Tower, Jakarta, Senin (26/8/2024).

”Kalau kita lihat di roadmap, dari sisi komposisi, bahwa nanti di tahun 2060 kebutuhan listrik (dari EBT) itu sekitar 367 GW,” kata Sahid.

Baca Juga: Kementerian ESDM Sebut RUU EBET Siap Disahkan Sebelum Ganti Presiden

Sahid merinci, energi dominanan akan datang dari energi surya atau matahari yang menjadi bagian dari VRE. Kapasitasnya mencapai 115 GW. Kemudian disusul Ocean 2 GW, dan Wind 37 GW.

Lalu untuk Non-VRE, akan diisi oleh Hydro sebesar 46 GW, Hydro 46 GW, H2 (Hydrogen) 24 GW, Gas+CCS 25 GW, Nuklir 9 GW, Geothermal 24 GW, Bioenergy 4 GW, NH3 (Amonia) 41 GW.

Meski begitu, Sahid menyadari bahwa peningkatan EBT tidak semulus seperti yang diharapkan. Di dalam perkembangannya bahkan tahun 2024, pengembangan EBT mandek dan baru mencapai 1%.

”Namun demikian dari sisi capaian masih sangat rendah, 2023 itu 17% dan 2024 itu masih di 1%. Sehingga di tahun 2025, kami menghitung masih ada hutang Gap gitu ya, itu 7,4 gigawatt,” terang Sahid.

Untuk itu, kata Sahid, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk menstimulus utilisasi EBT di dalam negeri. Di antaranya pemerintah akan mempermudah perizinan, juga pemberian insentif fiskal dan insentif non fiskal.

”Kemudian selanjutnya ini terkait dengan penguatan regulasi untuk meningkatkan investasi. Ada beberapa, yang pertama tahun 2022 ada Perpres 112 terkait peningkatan pengembangan EBT dalam pembangkit listrik,” tutur Sahid.

Hal penting lainnya yaitu, pemerintah dalam waktu dekat akan mengesahkan Rancangan Undang-Undang EBET. Beleid ini akan dijadikan payung hukum dalam pengembangan EBT di Indonesia.

”Ini kami coba untuk optimalkan sehingga RUU EBET ini bisa disahkan di dalam periode ini. Jadi di satu dua minggu kedepan ini kami mohon doanya gitu ya dari Bapak Ibu semuanya supaya RUU ini bisa segera selesai,” tutup Sahid.

Baca Juga: EBT Baru Terkelola 0,3%, Mampukah Indonesia Capai Transisi Energi?

Masih dalam konteks regulasi, pemerintah juga telah melakukan penguatan dengan meluncurkan Peraturan Menteri ESDM No 2 Tahun 2024. Beleid ini akan mendukung implementasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Rooftop. 

”Kemudian di berikutnya, penguatan regulasi terkait dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 2 tahun 2024 yang terkait dengan PLTS Rooftop. Bahwa mengatur kapasitas rooftop kemudian juga kuota dan tidak ada export report dan semuanya melalui aplikasi,” ujar Sahid

Regulasi lainnya yaitu Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 tahun 2024 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri (TKDN) untuk Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan. Di dalam regulasi ini, pemerintah sengaja melonggarkan TKDN sehingga diharapkan dapat memacu pertumbuhan EBT yang sebelumnya terhambat oleh konten lokal.

”Ini kesempatan-kesempatan untuk investasi di EBT. Kemudian insentif yang sudah diberikan dari Pemerintah adalah pengurangan pajak masuk 5% selama 6 tahun, ini ada PP-nya dari PP 78, kemudian peraturan BKPM, PMK, dan lain-lain. Kemudian juga import dari exemption pembebasan kewajiban impor, kemudian tax holiday dan juga mini tax holiday,” tandas Sahid. 

Sahid menegaskan, segala upaya untuk mencapai transisi energi membutuhkan dukungan dari semua pihak. Apalagi, kata dia, kebutuhan investasinya tidak main-main, yang dibutuhkan sampai dengan 2030 itu sebesar USD55,18 miliar. 

”Pertumbuhan dari Renewable Energy Industri itu sangat tergantung pada semua pihak untuk berkolaborasi yang terdiri dari research, juga development, dan inovasi, juga pengembangan sumber daya manusia. Dan tentu untuk menghasilkan itu semuanya, kita memerlukan sinergi untuk transisi energi, baik melibatkan dari pemerintah, kemudian juga akademisi, media, perusahaan, dan juga community, termasuk juga NGO,” tutup Sahid.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Belinda Safitri

Advertisement

Bagikan Artikel: