Terungkap Kenapa Penolakan Terhadap Majunya Pramono Anung di Pilkada DKI Jakarta Sangat Minim
Pegiat media sosial Eko Kuntadhi mengungkapkan penyebab resistensi atau penolakan terhadap majunya Pramono Anung sebagai calon gubernur (cagub) di pemilihan kepala daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2024 sangat minum.
Menurutnya, Pramono Anung merupakan politisi yang mampu menyeimbangkan bebagai kepentingan politik yang bertentangan. Dan di Pilkada DKI Jakarta 2024 ada sejumlah kepentingan politik, dari Presiden terpilih Prabowo Subianto, Presiden Joko Widodo (Jokowi), hingga Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Baca Juga: Mengerikan Bagi PDIP Jika Majukan Ahok di Pilkada DKI Jakarta
"Di tangan Pramono titik-titik politik yang saling bertentangan ini bisa diseimbangkan dengan bagus, dia menjaga harmoni terhadap kepentingan-kepentingan politik atau perbedaan-perbedaan politik yang saling bertentangan, jadi wajar kalau resistensi terhadap sosok Pramono Anung ini boleh dibilang minimalis banget," ucapnya.
Eko menilai penolakan Prabowo terhadap majunya Pramono sangat minim karena kedekatan hubungan keduanya, sedangkan untuk Jokowi karena merupakan sekretaris di kabinetnya selama dua periode menjabat.
"Katakanlah ketika dia maju resistensi dari Pak Prabowo itu sangat minim karena hubungan dekatnya, resistensi dari Pak Jokowi juga sangat minim karena memang sudah hampir 10 tahun membantu di kabinetnya," ungkapnya, dikutip dari YouTube 2045 TV, Kamis (5/9).
Berbeda dengan Megawati yang tidak mempunyai penolakan karena merupakan kadernya. "Sementara pada kubu yang berseberangan Bu Mega juga tidak punya resistensi sama sekali, kalaupun dia mampu menyeimbangkan semua titik-titik yang bertentangan tadi tetap seorang kader PDI yang punya semangat nasionalisme yang kuat," imbuhnya.
Diketahui, PDIP mengusung Pramono Anung-Rano Karno sebagai cagub-cawagub di Pilkada DKI Jakarta 2024.
Ketua DPP PDI Perjuangan Deddy Sitorus mengungkapkan pertimbangan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri memilih keduanya. Ia mengatakan Pramono-Rano Karno menjadi jalan tengah di tengah senter nama Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, sehingga bisa menyatukan kedua basis pendukung yang berbeda.
"Bisa disebut beliau (Pramono Anung-Rano Karno) menjadi jalan tengah yang kemudian nanti bisa diharapkan mem-bridging antara dua kelompok ini," kata Deddy kepada wartawan di DPP PDIP, Rabu (28/8/2024), dikutip dari Detik.
Ia mengatakan PDIP telah menganalisa siapa dan bagaimana pendukung Anies maupun Ahok ketika Pilkada berjalan, dan meyakini adanya pertentangan, sehingga diambil jalan tengah untuk menyatukan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Tag Terkait:
Advertisement