- Home
- /
- EkBis
- /
- Transportasi
Libur Terlalu Banyak, Pengusaha Manufaktur Minta Kebijakan Pelarangan Truk Sumbu 3 Dikaji Ulang
Para pelaku industri manufaktur merasa sangat dirugikan dengan adanya kebijakan kementerian perhubungan (Kemenhub) yang melarang beroperasinya truk sumbu 3 pada saat libur-libur besar keagamaan. Karenanya, mereka meminta agar kebijakan tersebut ditinjau ulang.
Salah satu industri manufaktur yang sangat dirugikan dengan keluarnya kebijakan pelarangan tersebut adalah industri keramik.
Ketua Umum Asosiasi Keramik Indonesia (Asaki), Edy Suyanto, pun menyampaikan keberatannya terhadap kebijakan itu.
"Kalau kita lihat dibanding dengan sesama negara Asia Tenggara, kayaknya liburnya kita ini paling banyak. Jadi, kami berharap walaupun kebijakan ini dilaksanakan, harus dikaji ulang agar pelarangan itu tidak dilakukan terlalu panjang waktunya dan tidak semua hari libur itu diberlakukan kebijakan ini,” ujarnya baru-baru ini kepada media.
Dia mencontohkan seperti libur Natal dan Tahun Baru (Nataru), di mana jumlah pemudiknya yang tidak terlalu banyak dibanding libur Lebaran yang memang tidak bisa dihindari banyaknya jumlah pemudik.
Karenanya, dia berharap agar saat Nataru itu pemerintah tidak melarang truk-truk sumbu 3 untuk beroperasi.
"Kalaupun mau dilarang, mungkin itu cukup dilakukan pas di tanggal merahnya saja, yaitu 25 Desember dan tanggal 1 Januari,” pungkasnya.
Begitu juga saat Lebaran, pelarangan itu sebaiknya tidak dilakukan terlalu panjang. “Paling lama lima hari saja lah kalau bisa supaya tidak terlalu merugikan kita para pelaku industri juga. Apalagi kondisi daya beli kita yang saat ini lagi turun,” ungkapnya.
Dia menegaskan pelarangan terhadap truk sumbu 3 yang terlalu lama itu akan menyebabkan terganggunya kegiatan perdagangan dan distribusi.
"Karena, kami tidak bisa mengirimkan produk akhirnya kami ke konsumen atau ke agen atau ke distributornya kami,” ucapnya.
Kerugian lainnya yang dialami industri keramik saat diberlakukan kebijakan pelarangan beroperasinya truk sumbu 3 saat libur besar keagamaan adalah yang menyangkut ke dalam kelancaran proses produksi. Alasannya menurut Edy, karena industri keramik selalu berproduksi penuh setiap tahun.
"Kami hanya melakukan kegiatan maintenance mesin atau kami melakukan stop produksi terjadwal setiap Lebaran. Jadi, memang setiap tahun kami sudah menyesuaikan pada saat libur Lebaran karena pabrik ini juga meliburkan karyawannya,” tuturnya.
Namun, katanya, pada saat Nataru, pabrik tetap berproduksi secara normal. Sehingga kalau terjadi pembatasan truk sumbu 3 ini dalam waktu yang lama, proses kegiatan bisnis menjelang akhir tahun pasti akan terganggu. Hal itu disebabkan untuk mengangkut bahan baku ke pabrik itu juga menggunakan truk. “Nah, jika bahan bakunya tidak ada, kegiatan produksi juga bisa terhambat,” ujarnya.
Kemudian, katanya, dari sisi biaya juga mengalami pembengkakan. “Karena, yang namanya libur bersama atau cuti bersama yang kelamaan, kami kan harus membayar ekstra untuk tenaga kerja yang masuk karena memang pabrik tidak libur,” tukasnya.
Apalagi, lanjutnya, industri keramik ini dipandang sebagai industri strategis yang harus mendapatkan atensi, dukungan dan perlindungan pemerintah.
"Industri keramik ini tidak hanya padat modal tapi juga padat karya yang mempekerjakan lebih dari 150 ribu orang. Produk keramik nasional kita juga memiliki tingkat TKDN, tingkat komponen dalam negeri yang rata-rata di atas 75 persen,” katanya.
Artinya, lanjutnya, industri keramik ini tidak hanya menghidupi lebih dari 150 ribu karyawannya saja, tapi selama ini sudah terbukti ikut mendorong kemajuan industri kecil menengah.
Kurang lebih ada ribuan perusahaan yang masuk ke dalam ekosistem atau supply chain dari industri keramik.
Selain itu, hampir 75 persen komponenya berasal dari produk dalam negeri. Artinya, mulai dari bahan baku, karton box, sparepart, kemudian dari tenaga angkut transportasi daratnya maupun transportasi laut melalui kontainer, ini semua mendapatkan manfaat atau multiply effect dari keberadaan industri keramik.
"Jadi, industri keramik juga harus dipandang sebagai industri strategis. Apalagi, produksi industri keramik Indonesia ini sudah masuk ke nomor 4 terbesar di dunia dari sisi kapasitas produksi terpasang,” tukasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement