Pakar hukum tata negara Refly Harun mengungkapkan dua hal yang bisa membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) diadili setelah lengser dari jabatannya sebagai kepala negara pada 20 Oktober mendatang.
Pertama, menurut Refly Harun menyangkut dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) Jokowi maupun keluarganya, dan kedua dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) seperti dalam kasus KM50 (penembakan anggota laskar FPI oleh Polda Metro Jaya).
Baca Juga: Bukan Tergantung Prabowo, Jokowi Ungkap Faktor Utama Pindahnya Ibu Kota ke IKN
"Potensi untuk presiden diadili adalah satu menyangkut dugaan KKN baik diri maupun keluarganya itu, sudah dilaporkan ke KPK termasuk gratifikasi, termasuk trading in influence, keterlibatan dengan kelompok-kelompok bisnis dan lain sebagainya," ungkapnya.
"Yang kedua dugaan pelanggaran hak asasi manusia baik by commission melakukannya sendiri atau by omission yaitu pembiaran seperti dalam kasus KM50, dua hal itu yang kemudian punya potensi Presiden Joko Widodo diadili," imbuhnya, dikutip dari YouTube Refly Harun, Kamis (19/9).
Sementara sebelumnya, pengamat dan praktisi hukum Johan Silalahi mengungkapkan berdasarkan informasi yang didengarnya, Istana khawatir Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi kepala negara pertama yang masuk penjara.
"Saya mendengar sendiri dari Ring 1 Istana yang membantu Presiden Jokowi sampai sekarang, mereka sampai bilang, mereka khawatir presiden pertama di Indonesia yang masuk penjara adalah Presiden Joko Widodo," ujar Johan, dikutip dari Kantor Berita Politik dan Ekonomi RMOL.
Namun dirinya juga mendengar terdapat kesepakatan bersama dalam upaya menghindari penegakan hukum terhadap Jokowi.
"Saya mendengar ada konsensus tidak tertulis di negara ini, bahwa seolah-olah presiden dan wakil presiden itu kebal hukum. Pada saat menjabat dan saat tidak menjabat mereka tidak bisa disentuh oleh hukum, mereka dilindungi oleh hukum. Itu tidak tertulis," ucapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Tag Terkait:
Advertisement