Bursa Malaysia Derivatives (BMD) mencatat harga kontrak Crude Palm Oil (CPO) mengalami penguatan pada Kamis (19/9/2024). Hal tersebut menjadi penguatan harga CPO dalam dua hari beruntun. Hal tersebut juga ditopang oleh kekhawatiran penurunan produksi di Malaysia. Apalagi, harga minyak kedelai mengalami rebound.
Kontrak berjangka CPO untuk Oktober 2024 berdasarkan data BMD naik menjadi 31 Ringgit Malaysia menjadi 3.948 Ringgit Malaysia per tonnya. Sementara untuk bulan berikutnya, November 2024, tercatat menguat sebanyak 33 Ringgit Malaysia menjadi 3.904 Ringgit Malaysia per tonnya.
Baca Juga: Bisa Dongkrak Sawit, Tepatnya Penurunan Tarif Pungutan Ekspor CPO
Kontrak berjangka CPO Desember 2024 juga tercatat meningkat sebanyak 31 Ringgit Malaysia menjadi 3.876 Ringgit Malaysia per tonnya. Pada bulan Januari 2025, tercatat kontrak berjangka CPO juga bertambah sebanyka 34 Ringgit Malaysia sehingga totalnya 3.855 Ringgit Malaysia.
Selanjutnya, untuk kontrak berjangka CPO bulan Februari 2025, kontrak berjangka CPO menguat sebanyak 26 Ringgit Malaysia menjadi 3.833 Ringgit Malaysia per tonnya. Lalu, kontrak berjangka CPO Maret 2025 terkerek 16 Ringgit Malaysia menjadi 3.810 Ringgit Malaysia per ton.
Dilansir dari Hellenicshippingnews, Jumat (20/9/2024), kata seorang pedagang yang berbasis di Mumbai, India, kekhawatiran penurunan produksi di Malaysia dan reboundnya minyak kedelai di bursa komoditas Dalian dan Chicago Board of Trade (CBoT), turut mendukung harga CPO minyak kelapa sawit berjangka Malaysia.
Kendati demikian, harga CPO diperkirakan akan tetap stabil bulan ini berdasarkan catatan dari Malaysian Palm Oil Council (MPOC). Hal tersebut disebabkan oleh penguatan ringgit mengimbangi pasokan yang lebih ketat dan ekspor yang stagnan ke tujuan-tujuan utama.
“Harga akan terlihat diperdagangkan dalam kisaran 3.850-4.050 Ringgit Malaysia per metrik ton pada bulan September,” demikian pernyataan MPOC.
Baca Juga: BPDPKS Fokus Pada Peremajaan Sawit dan Kolaborasi Antar Pemangku Kepentingan
Konsumsi minyak nabati India akan tumbuh Sebesar 2-3% karena minyak goreng tetap terjangkau meskipun ada kenaikan bea masuk, seorang importir utama.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar
Advertisement