Teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS) kembali menjadi sorotan sebagai solusi untuk memangkas emisi di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Namun, tidak semua PLTU dinilai cocok untuk mengadopsi teknologi ini, terutama terkait efektivitas dan biaya keekonomiannya.
Direktur Eksekutif Institute Essential for Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, menegaskan bahwa dari 13 PLTU yang direncanakan untuk dipensiunkan, banyak yang tidak layak menggunakan CCS. “PLTU dengan usia tua, kinerja rendah, dan efisiensi buruk tidak akan efektif menggunakan CCS. Selain itu, investasi untuk teknologi ini sangat mahal, dan penerapannya seringkali gagal di beberapa PLTU karena rendahnya tingkat karbon yang dapat ditangkap,” jelas Fabby di Jakarta, Senin (30/9).
Baca Juga: Indonesia Siap Pacu Teknologi CCS untuk Capai Target NZE 2060
Ia menyarankan penggunaan CCS hanya pada PLTU yang sudah dilengkapi teknologi Ultra Super-Critical (USC) atau Selective Catalytic Reduction (SCR), seperti PLTU Suralaya 9 dan 10. "Jika PLTU sudah menggunakan teknologi U-SCR, penggunaan CCS baru bisa efektif. Jadi, pemerintah harus memilih PLTU yang tepat," tegasnya.
Peneliti Indef, Abra Talattov, menambahkan bahwa meskipun biaya produksi listrik dari PLTU relatif murah, penerapan teknologi baru seperti CCS harus diperhitungkan dengan matang agar tidak meningkatkan biaya pokok produksi (BPP) listrik secara drastis. “Kita harus konsisten dengan perencanaan energi nasional, namun tetap menjaga keandalan dan keterjangkauan listrik. Jangan sampai BPP naik terlalu tinggi karena implementasi teknologi,” katanya.
Abra juga menyoroti pentingnya menjaga keandalan dan kapasitas pembangkit yang ada, termasuk PLTU, untuk memastikan pasokan listrik yang terjangkau dan andal.
Baca Juga: ESDM Beberkan Implementasi Teknologi Carbon Capture Storage (CCS) di Indonesia
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa PLTU berbahan bakar batu bara tetap akan beroperasi dengan dukungan teknologi CCS untuk mengurangi emisi karbon. "Kami akan mengembangkan carbon capture storage untuk mengurangi emisi dari PLTU," ujarnya di Jakarta, Rabu (25/9).
Pemerintah juga sedang menguji coba penerapan fasilitas CCS, yang diproyeksikan mampu menangkap emisi gas rumah kaca secara signifikan, dengan potensi penyimpanan emisi di Indonesia mencapai 400 hingga 600 gigaton.
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, menambahkan bahwa pemerintah berkomitmen untuk mengurangi penggunaan batu bara secara bertahap dan menerapkan Clean Coal Technology (CCT) pada PLTU yang masih beroperasi. "Batu bara akan tetap memiliki peran, namun akan didukung dengan kebijakan, investasi, dan teknologi untuk mewujudkan PLTU ramah lingkungan," katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement