Ketua Umum Himpunan Produsen Benih Perkebunan dan Kehutanan Indonesia, Masrizal Batubara, menyambut baik harga bibit kelapa sawit yang mengalami kenaikan signifikan di berbagai wilayah Indonesia.
Adapun penyebabnya adalah meningkatnya permintaan pasar, khususnya dari petani swadaya yang ingin melakukan peremajaan kebun sawit, serta kenaikan biaya produksi.
Baca Juga: Menperin Optimis Hilirisasi Sawit Capai Rp775 Triliun
Menurut Masrizal, harga bibit sawit saat ini mencapai Rp50.000 hingga Rp55.000 per batangnya. Bahkan, di wilayah tertentu seperti Ketapang, Kalimantan Barat, harga bibit bahkan bisa mencapai Rp60.000 per batang. Khususnya untuk varietas unggul seperti DxP Dami Mas atau varietas tahan penyakit Ganoderma.
“Harga bibit meningkat cukup signifikan. Kendati demikian, beberapa penangkar melaporkan bahwa bibit mereka suadh habis dipesan sebelum siap didistribusikan,” kata Masrizal dalam keterangan yang diterima Warta Ekonomi, Jumat (11/10/2024).
Dalam keterangan yang sama, seorang penangkar bibit sawit di Muara Enim, Sumatera Selatan, Chandra Rika Herlin, menegaskan bahwa harga bibit di wilayahnya kini sudah mencapai Rp50.000 per batangnya. Sementara harga bibit DxP Sriwijaya telah menyentuh Rp55.000 per batangnya.
Hal tersebut juga dikonfirmasi oleh Direktur CV Hikmat Tani, Agus, yang mengamini hal serupa.
Di sisi lain, marketing CV Putra Agung, Sri Kembaren, juga melaporkan adanya kenaikan harga bibit di wilayah Riau. Tercatat harga bibit DxP Topaz dijual dengan harga Rp50.000 per batangnya, sedangkan varietas dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan tercatat dipasarkan dengan harga Rp47.000 per batang.
Situasi serupa juga terjadi di Bengkulu. Menurut penangkar bibit sawit mitra PT Sampoerna Agro, Sabam Sihite, melaporkan harga bibit DxP Sriwijaya melaporkan bahwa harga bibit tersebut menyentuh Rp47.000 per batang. Sedangkan varietas semiklon dijual dengan harga Rp50.000 per batangnya. Dia menyebut bahwa sebagian besar bibit yang ia tangkarkan telah dipesan oleh perusahaan kelapa sawit.
Lebih lanjut, menurut pemilik pembibitan CV Dharma Nusantara, Maya Rangkuti, dia menyarankan aadanya penyesuaian harga pada program peremajaan sawit rakyat (PSR) yang didanai oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Perbedaan harga tersebut, antara program pemerintah dan pasar bebas dinilai dapat membuat penangkar enggan menyediakan bibit untuk program peremahaan. Selain itu, lambannya realisasi program PSR turut menciptakan ketidakpastian bagi para penangkar. Sehingga, hal tersebut menyebabkan bibit yang disiapkan kerap melewati usia layak tanam.
Baca Juga: Saleh Husin Luncurkan Buku 'Hilirisasi Sawit, Cegah Middle Income Trap'
“Kami memiliki kelompok tani mitra di Sumatera Utara yang sudah dua tahun menunggu terbitnya rekomendasi teknis. Bibit yang kami siapkan untuk program PSR kini sudah lewat umut dan tidak bisa disalurkan,” jelas Maya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait:
Advertisement