Bursa Malaysia Derivatives (BMD) pada Selasa (29/10/2024) mencatat bahwa harga kontrak Crude Palm Oil (CPO) meroket ke level tertingginya dalam dua tahun terakhir. Hal tersebut otomatis mengakhiri pelemahan dalam dua hari beruntun lantaran ekspektasi ekspor yang menguat.
Kontrak berjangka CPO untuk November 2024, berdasarkan data BMD pada penutupan Selasa, tercatat naik sebesar 106 Ringgit Malaysia menjadi 4.737 Ringgit Malaysia per tonnya. Sementara untuk kontrak berjangka CPO Desember 2024, nilainya melejit sebesar 106 Ringgit Malaysia menjadi 4.682 Ringgit Malaysia per tonnya.
Baca Juga: Beragam Dorongan hingga Swasembada Energi Prabowo, Menariknya Prospek Kinerja Emiten CPO 2024
Beralih ke kontrak berjangka CPO Januari 2025, angkanya terkatrol sebesar 108 Ringgit Malaysia menjadi 4.637 Ringgit Malaysia per tonnya. Dan kontrak berjangka CPO Februari 2025 meningkat sebesar 103 Ringgit Malaysia menjadi 4.573 Ringgit Malaysia per tonnya.
Kemudian untuk kontrak berjangka CPO Maret 2025, tercatat naik sebesar 87 Ringgit Malaysia menjadi 4.493 Ringgit Malaysia per tonnya. Sementara itu, untuk April 2025, kontrak berjangka CPO tercatat naik sebesar 75 Ringgit Malaysia menjadi 4.410 Ringgit Malaysia per tonnya.
Menurut analis senior dari Fastmarket Palm Oil Analytics, Sathia Varqa, kenaikan tersebut didorong oleh faktor sentiment pasar yang optimistis, ekspor yang kuat, serta prospek produksi yang stabil untuk Oktober.
Lonjakan harga tersebut, kata Sathia, mencerminkan fundamental positif dengan permintaan ekspor yang menguat dari Malaysia sepanjang bulan ini.
"Dari 1 hingga 25 Oktober, harga CPO mengalami peningkatan sebesar 10% dibandingkan periode yang sama pada September, mengindikasikan kekuatan ekspor yang berlanjut," ujar dia, dikutip dari Bernama, Rabu (30/10/2024).
Sementara itu, berdasarkan data resmi dari Dewan Minyak Sawit Malaysia (MPOB), produksi dan stok minyak sawit bakal dirilis pada 11 November mendatang.
Harga minyak sawit terpantau tetap menunjukkan tren kenaikan yang tajam kendati ada fluktuasi di pasar minyak nabati lainnya seperti bursa Dalian dan Zhengzhou di China.
“Spekulasi mengenai pemulihan ekonomi China juga dapat mendukung harga, terutama dengan adanya wacana stimulus fiskal baru dari pemerintah China,” jelas Sathia.
Di sisi lain, kebijakan pemulihan ekonomi China juga menjadi faktor yang krusial mengingat negara tersebut merupakan salah satu dari tiga pasar ekspor terbesar untuk minyak sawit Malaysia dan Indonesia.
Di sisi lain, David Ng selaku trader minyak sawit menyebut bahwa kenaikan harga CPO ini didukung oleh ekspektasi produksi yang lemah dalam beberapa pekan mendatang dan penurunan level stok di dalam negeri, yang turut mendukung sentimen harga.
Baca Juga: Produksi Menurun, Bagaimana Nasib Prospek Harga CPO?
“Kami melihat adanya level support di 4.580 Ringgit Malaysia per ton dan resistance di 4.700 Ringgit Malaysia per ton,” ungkapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar
Advertisement