Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kontroversi Sherly Tjoanda sebagai 'Khadijah Maluku', Imam Besar Masjid Al Munawwar Ternate Turut Mengecam

Kontroversi Sherly Tjoanda sebagai 'Khadijah Maluku', Imam Besar Masjid Al Munawwar Ternate Turut Mengecam Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pernyataan salah satu pendukung calon gubernur Maluku yang dianggap menyamakan Sherly Tjoanda dengan Siti Khadijah, istri Nabi Muhammad SAW, menuai kecaman keras dari berbagai tokoh agama di Maluku Utara. Di antaranya, Imam Besar Masjid Al Munawwar Ternate, KH Usman Muhammad, yang menyebutkan bahwa perbandingan tersebut sangat tidak pantas.

Menurut KH Usman Muhammad, Siti Khadijah memiliki tempat khusus dalam sejarah Islam yang tidak dapat disamakan dengan siapa pun. "Berdasarkan beberapa hadis, Siti Khadijah memiliki keistimewaan yang tak tertandingi. Sebagai tokoh terhormat dalam dunia Islam, menyamakannya dengan Sherly Tjoanda adalah sesuatu yang tidak layak. MUI harus menindak tegas hal ini," ujarnya pada Rabu (13/11/2024).

KH Usman Muhammad menambahkan bahwa Siti Khadijah dijanjikan oleh Allah SWT sebuah rumah di surga, sementara tidak ada wanita lain yang bisa mencapai derajatnya. "Siti Khadijah adalah wanita terbaik di dunia dan di akhirat. Jadi, tidak ada seorang pun yang dapat disetarakan dengan Siti Khadijah binti Khuwailid, apalagi hanya seorang Sherly," tambahnya.

Kontroversi ini semakin memanas setelah sebuah acara doa bersama mengenang tragedi kecelakaan speedboat Bela 72, yang membawa tim kampanye salah satu calon gubernur, memicu polemik besar akibat keterlibatan sejumlah tokoh agama tanpa seizin mereka. Nama-nama besar seperti KH Rusli Amin dan KH Saleh Sakola dilibatkan dalam acara tersebut, diduga oleh tim pendukung Sherly Tjoanda, tanpa konfirmasi dari pihak terkait.

Situasi ini memicu kemarahan masyarakat Maluku Utara, terutama di kalangan umat Islam yang merasa nama-nama tokoh agama mereka telah dicatut tanpa persetujuan. KH Saleh Sakola, salah satu tokoh agama yang disebut-sebut dalam acara tersebut, menyuarakan ketidaksetujuannya dan mengecam tindakan tersebut sebagai pelanggaran terhadap penghormatan tokoh agama di wilayah tersebut.

“Tanpa konfirmasi, mereka catut nama saya. Kepentingan politiknya besar, jadi saya batalkan,” ungkap beliau dengan nada kecewa. 

Pernyataan ini menggambarkan betapa seriusnya tindakan pencatutan tersebut di mata para ulama. Protes juga datang dari berbagai tokoh terkemuka lainnya, seperti Habib Abdurrahman Assagaf, Habib Bagir BSA, KH Usman Muhammad, dan Ketua MUI Ternate. Mereka mengecam tindakan penyebutan Siti Khadijah kepada Sherly Tjoanda yang dianggap tidak etis, terlebih lagi karena melibatkan urusan agama yang semestinya jauh dari kepentingan politik praktis.

Kegaduhan ini mencerminkan keresahan yang mendalam terhadap upaya-upaya yang mencampuradukkan agama dengan politik, yang berpotensi menimbulkan konflik di tengah masyarakat.

Di tengah polemik yang memanas, Sultan Husain Alting Sjah, yang juga calon gubernur nomor urut 1, mengimbau masyarakat untuk tetap menjaga ketenangan dan keharmonisan. Saat ditemui usai debat Cagub Maluku Utara, Sultan menyampaikan pesan persatuan “Torang Samua Basudara,” yang bermakna pentingnya merawat hubungan baik antarwarga di Maluku Utara.

Sultan juga mengingatkan bahwa Maluku Utara adalah rumah bagi beragam agama dan keyakinan. Dalam ruang kehidupan yang berbagi ini, penting untuk menjaga rasa hormat dan perhatian terhadap semua golongan.

Baca Juga: Perkuat Sinergi Pengembangan Proyek LNG Abadi, SKK Migas dan Inpex Temui Pemprov Maluku

 “Maluku Utara bukan hanya milik satu kelompok, tetapi milik semua. Kita harus belajar hidup bersama, saling menghormati, dan merawat keberagaman ini sebagai kekayaan, bukan ancaman,” ujar Sultan dengan penuh ketulusan.

Sultan juga menyampaikan bahwa isu sensitif  ini berpotensi menimbulkan konflik yang merugikan semua pihak. Dengan pengalaman beliau sebagai juru damai dalam konflik-konflik besar di Maluku Utara, Sultan menegaskan bahwa kerusuhan seperti yang pernah terjadi di Tobelo, Morotai, Jailolo tidak boleh terulang. 

“Membangun kembali keharmonisan itu sulit dan memakan waktu panjang. Kita tidak boleh mengorbankan persaudaraan yang telah kita rawat hanya karena provokasi atau kepentingan sesaat,” jelas Sultan.

Dalam pesannya, Sultan Husain Alting Sjah juga menggarisbawahi pentingnya menjaga jarak antara agama dan politik. Sultan mengingatkan bahwa mencampuradukkan kedua hal ini hanya akan menimbulkan kegaduhan yang tidak perlu. 

Baca Juga: Kampanye di Tidore, Sultan Husain Hidupkan Semangat Kepahlawanan Sultan Nuku yang Menjadi Identitas Rakyat Maluku Utara

“Agama itu suci, jangan kita kotori dengan kepentingan politik. Sebagai masyarakat yang terhormat, kita harus bisa memisahkan mana yang menjadi urusan agama dan mana yang menjadi urusan politik,” kata Sultan. Sultan juga mengajak seluruh masyarakat Maluku Utara untuk terus mencintai daerah ini dengan sepenuh hati.

Tak luput, Sultan menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh tokoh agama, ustadz, pendeta, serta penyuluh agama yang telah menjelma sebagai penerang dan peredam isu-isu sensitif yang beredar di masyarakat. Tanpa lelah, mereka telah berperan menjadi pelita yang senantiasa menerangi di tengah-tengah masyarakat, serta menghindarkan masyarakat dari provokasi yang bisa memecah belah. 

Sultan juga memberikan apresiasi yang tinggi atas sikap tegas dan kehormatan yang ditunjukkan oleh para tokoh agama. Dengan penuh kebijaksanaan, mereka mampu menjaga marwah dan martabat agama, serta memilih untuk tetap berada di luar politik transaksional yang bisa merusak keutuhan masyarakat Maluku Utara.

Menurut Sultan, mencintai Maluku Utara berarti menjaga keharmonisan, menghormati perbedaan, dan bersama-sama membangun daerah ini menuju masa depan yang lebih baik. Di akhir pernyataannya, Sultan Husain Alting Sjah mengajak masyarakat untuk menahan diri dan tidak mudah terprovokasi. Sultan mengingatkan bahwa persatuan adalah kekuatan utama Maluku Utara dalam menghadapi berbagai tantangan. 

“Kita harus ingat bahwa Maluku Utara adalah tanah kita bersama. Apapun latar belakang kita, kita semua punya tanggung jawab untuk menjaga kedamaian di sini. Saya berharap agar masyarakat tidak menjadikan isu ini sebagai alasan untuk saling memecah-belah, tetapi sebagai pelajaran untuk lebih berhati-hati dalam menjaga persatuan dan toleransi, " tutup Sultan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: