Pemerintah Indonesia terus mendorong pemanfaatan energi terbarukan sebagai langkah strategis menuju swasembada energi, khususnya di daerah pedesaan. Presiden Prabowo Subianto, dalam pidato pelantikannya pada Oktober 2024, menekankan pentingnya transisi energi untuk mendukung Asta Cita, yang kini menjadi dasar penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029.
Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan potensi energi terbarukan nasional mencapai 3.686 GW, dengan 75% berasal dari energi surya. Namun, pemanfaatannya belum optimal, terutama di wilayah pedesaan. Deputi Sarana dan Prasarana Kementerian PPN/Bappenas, Ervan Maksum, menyebutkan transisi energi membutuhkan kolaborasi lintas sektor.
“Pembiayaan tidak bisa hanya mengandalkan APBN atau APBD. Pelibatan modal swasta dan dana environment, sustainability, and governance (ESG) sangat penting untuk mendukung proyek energi terbarukan di desa, sekaligus menurunkan emisi karbon,” tegas Ervan.
Baca Juga: Rachmat Kaimuddin: Transisi Energi Dibutuhkan untuk Capai Ekonomi 8%
Direktur Ketenagalistrikan Bappenas, Taufiq Hidayat Putra, menyoroti ketimpangan akses listrik di daerah pedesaan yang memerlukan solusi holistik. “Listrik bersih dan berkualitas dapat memberikan manfaat signifikan, seperti modernisasi pertanian dan cold storage di desa nelayan. Pembangunan transmisi dan distribusi listrik terintegrasi menjadi prioritas,” ujarnya.
Hingga November 2024, terdapat 86 desa yang belum memiliki akses listrik. Pemerintah berencana membangun pembangkit listrik berbasis potensi energi lokal, sekaligus mengganti 3 GW Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang tersebar.
Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), menekankan pentingnya transisi energi untuk mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK). “Listrik terbarukan di desa tidak hanya mendukung pemerataan akses, tetapi juga membantu penurunan emisi dan biaya penyediaan listrik,” kata Fabby.
Baca Juga: Punya Tiga Kunci, Begini Cara Pertamina Geothermal (PGEO) Wujudkan Swasembada Energi
Namun, hambatan utama tetap pada risiko investasi. Deni Gumilang dari GIZ Energy Program menyarankan pengembangan instrumen kebijakan derisking untuk menarik lebih banyak investor. “Instrumen ini dapat mengurangi risiko transaksi dan membuka peluang pembiayaan nyata bagi proyek energi terbarukan,” jelasnya.
Langkah-langkah ini diharapkan dapat mengakselerasi transisi energi, sekaligus mendukung kesejahteraan masyarakat pedesaan dan pencapaian target swasembada energi nasional.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement