Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, menyatakan bahwa hilirisasi merupakan salah satu instrumen penting untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8% yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto. Dari 28 komoditas vital, saat ini nikel merupakan produk hilirisasi yang telah menunjukkan hasil memuaskan dengan progres mencapai 80%.
Bahlil menjelaskan bahwa dibutuhkan investasi senilai US$618 miliar untuk hilirisasi 28 komoditas unggulan hingga tahun 2040. Dari total investasi tersebut, 91% dialokasikan untuk sektor hulu minyak dan gas bumi (migas), serta mineral dan batu bara (minerba).
“Tapi yang paling banyak di sektor minerba, terutama nikel. Nikel, menurut saya, sudah berada di jalur yang benar. Namun, kita tidak hanya mendorong penciptaan nilai tambah di NPI, kita juga harus mengupayakan hilirisasi hingga produk barang jadi,” ujar Bahlil dalam Minerba Expo di Balai Kartini, Jakarta, pada Senin (25/11/2024).
Hilirisasi nikel, menurut Bahlil, telah mencapai 80%. Bahkan, melalui hilirisasi, produk nikel dengan kadar rendah yang sebelumnya tidak dilirik kini menjadi komoditas penting untuk mendukung ekosistem kendaraan listrik.
“Nikel, menurut saya, ini terbagi antara limonit dan saprolit. Limonit khusus untuk baterai, karena diproses melalui HPAL. Dulu ini dianggap limbah, dengan kadar Ni 1,3-1,4 ketika saya masih jadi pengusaha, barang ini tidak dihitung. Tapi sekarang nilainya luar biasa, dan pasar Indonesia sangat membutuhkan ini,” lanjut Bahlil.
Saat ini, pengolahan nikel di Indonesia sudah terintegrasi dari hulu hingga hilir. Pemerintah juga berkomitmen membangun ekosistem kendaraan listrik, salah satunya dengan mendirikan pabrik baterai di Karawang, yang memiliki kapasitas produksi sebesar 10 gigawatt (GW).
Langkah progresif dalam hilirisasi nikel ini juga telah menarik minat investor. Indonesia terus berupaya meningkatkan hilirisasi nikel hingga produk barang jadi guna mendukung ekosistem kendaraan listrik.
Baca Juga: Menteri ESDM Dorong Hilirisasi Minerba, Berdampak Sangat Besar pada Perekonomian Nasional dan Daerah
“Kami ingin Indonesia menjadi salah satu negara pertama yang membangun ekosistem baterai mobil yang lengkap, dari hulu hingga hilir—mulai dari penambangan, smelter, HPAL, prekursor, katoda, sel baterai, hingga daur ulang. Progresnya sudah mencapai sekitar 70-80%, dan ini menjadi salah satu daya tarik utama bagi investor untuk menanamkan modal di Indonesia,” tutup Bahlil.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Aldi Ginastiar
Advertisement