Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Uni Eropa Tunda EUDR: Kesempatan untuk Optimalkan Industri Sawit

Uni Eropa Tunda EUDR: Kesempatan untuk Optimalkan Industri Sawit Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sekretaris Jenderal Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC), Rizal Affandi Lukman, menyebut jika pihaknya menyambut baik penundaan kebijakan European Union Deforestation Regulation (EUDR) atau undang-undang anti deforestasi Uni Eropa.

Menurut Rizal, penundaan tersebut merupakan angin segar bagi para pelaku yang berkecimpung di industri sawit di negara-negara produsen, salah satunya Indonesia. Dirinya yakin jika penundaan tersebut menjadi waktu tambahan guna mematangkan aksi selanjutnya.

Baca Juga: WALHI Kritik Pernyataan Prabowo: Ekstensifikasi Sawit dan Deforestasi Tak Berdasar Fakta

Pasalnya, penundaan tersebut bisa memberi waktu tambahan bagi negara-negara produsen minyak sawit dan Uni Eropa sendiri untuk mematangkan persiapan mereka dalam memenuhi persyaratan regulasi tersebut. EUDR sendiri bertujuan mengurangi deforestasi akibat komoditas tertentu, khususnya sawit, dianggap telah menjadi isu utama dalam hubungan perdagangan antara negara produsen dan Uni Eropa itu sendiri.

CPOPC tercatat aktif memfasilitas Joint Mission terkait dengan EUDR sejak Mei 2023 lalu dengan puncak pertemuannya pada 12 September 2024 dalam forum Ad Hoc Joint Task Force EUDR.

CPOPC, selama periode tersebut, secara konsisten getol memperjuangkan penundaan tersebut beberapa cara, salah satunya adalah bekerja sama dengan pemerintah Indonesia, Malaysia, dan Uni Eropa. CPOPC juga melibatkan dialog dengan industri, lembaga non pemerintahan (NGO), dan konsumen di Uni Eropa.

“Penundaan EUDR sendiri akan memberi lebih banyak waktu untuk mempersiapkan negara-negara produsen, terutama dalam pengelolaan minyak sawit. Sawit sendiri merupakan minyak nabati yang paling ketat dalam hal standar keberlanjutan,” kata Rizal dalam keterangannya di media, dikutip Senin (6/1/2025).

Misalnya, di Indonesia yang standar keberlanjutannya diatur melalui sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dan Malaysia yang punya Malaysian Sustainable Palm Oil (MSPO).

Negara produsen yang sudah memiliki dokumen tersebut, dengan adnaya sertifikasi ini, bisa menjadi bagian dari syarat dari EUDR. Seperti Due Dilligence Statement (DDS). Rizal menilai jika penunndaan tersebut memungkinkan para petani kecil untuk masuk dan mengakses sistem nasional seperti Dasbor Nasional (National Dashboard) yang memastikan mereka tetap menjadi bagian dari rantai pasok.

Sementara itu, ada beberapa persyaratan yang menurut Rizal cukup sensitif, dan privasi dari sisi hukum negara produsen dalam konteks EUDR. Misalnya penyediaan data geolokasi untuk memastikan bahwa produk sawit yang masuk ke pasar Uni Eropa tidak berasal dari lahan yang mengalami deforestasi. 

Maka dari itu, adanya Dasbor Nasional tadi diharapkan mampu mengatasi isu ini dan mengurangi risiko yang tidak diinginkan seperti gangguan pasokan.

Kendati demikian, dirinya menegaskan bahwa saat ini yang perlu segera dilakukan yakni memastikan pengembangan dan operaasionalisasi alat ketelusuran di negara-negara anggota CPOPC, baik di tingkat domestik maupun dalam kolaborasi dengan operator di Uni Eropa.

Rizal juga mengaku jika pihaknya meningkatkan komunikasi serta koordinasi dengan beberapa pihak terknis di Uni Eropa seperti competent authority, dan operator negara anggota Uni Eropa lainnya.

Baca Juga: Bursa Eropa Waspada Gerakan Strategi Ekonomi dari China dan AS

“Kerja sama teknis antar worksteams juga penting. Khususnya untuk merampungkan isu yang masih belum tuntas, seperti definisi hutan dan bentuk dokumen geolokasi,” pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: