Ekonom Bongkar Alasan Realistis Apple Ragu Investasi di Indonesia, Gegara Birokrasi Ribet?
Kehadiran iPhone 16 Series di Indonesia hingga kini masih terhambat. Salah satu alasan utama adalah tantangan investasi yang dihadapi oleh Apple.
Ekonom dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), Teuku Riefky, menyatakan bahwa ada sejumlah tantangan yang membuat perusahaan asing, termasuk Apple, berpikir dua kali untuk berinvestasi di Indonesia.
Di antara hambatan utamanya adalah proses administrasi yang jauh lebih rumit dibandingkan negara-negara tetangga. “Menurut World Bank, ada 11 dokumen untuk memulai usaha di Indonesia sedangkan di Vietnam hanya 8. Bahkan jumlah dokumen perpajakan di Indonesia ada 26 sedangkan Vietnam hanya 6," kata Teuku Riefky saat menghadiri acara Selular Business Forum di Jakarta belum lama ini.
Baca Juga: Pemerintah Tolak Mentah-mentah Tawaran Rp1,5 Triliun dari Apple! iPhone 16 Tertahan Lagi
Durasi proses pun menjadi kendala besar. Untuk melengkapi dokumen ekspor-impor, pelaku usaha di Indonesia membutuhkan waktu berhari-hari, sementara di negara lain seperti di Vietnam hanya beberapa jam.
“Itu baru dibandingkan dengan Vietnam, apalagi jika dibandingkan dengan negara-negara lain seperti China, Arab Saudi, atau Singapura,” tambahnya.
Selain itu, Indonesia turut menjadi salah satu negara yang paling tertutup untuk penanaman modal asing (PMA) di antara negara-negara G20. Dalam indeks keterbukaan investasi (restrictiveness index), Indonesia hanya unggul dari Filipina, sementara tertinggal dari negara peers lainnya.
Selain birokrasi, masalah kepastian hukum juga dianggap menjadi penghambat besar. Data World Bank menunjukkan bahwa Indeks Supremasi Hukum Indonesia hanya berada di angka 42,31, jauh di bawah rata-rata negara Eropa, Asia Tengah, Amerika Latin, Timur Tengah, dan Afrika Utara.
Ketidakpastian hukum ini diperburuk lagi dengan regulasi yang sering berubah. "Bayangkan, di awal tahun, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) terkait impor berubah beberapa kali hanya dalam tiga bulan. Hal ini menciptakan ketidakpastian besar bagi investor," jelas Riefky.
Situasi tersebut, menurutnya, membuat Apple ragu untuk menanamkan modal karena mereka tidak yakin apakah bahan baku yang diperlukan bisa diimpor dalam waktu cepat atau tidak.
Baca Juga: Tolak Investasi 100 Juta Dolar AS, Kemenperin Undang Apple ke RI Negosiasi Dua Hal
Lebih lanjut, Indonesia juga dianggap semakin tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga dalam hal daya saing investasi. Riefky mengungkap bahwa 20 tahun lalu, kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia lebih unggul dibanding Vietnam. Namun, saat ini dan beberapa tahun ke depan, posisi tersebut berpotensi terbalik.
Dengan segala tantangan tersebut, Teuku Riefky tidak mengherankan jika Apple memilih untuk mempertimbangkan ulang investasinya di Indonesia.
"Jadi kalau mau investasi tapi misalnya perizinannya nggak keluar-keluar, regulasi perdagangannya itu berubah cukup sering. Kepastian hukum yang enggak ada yang membuat investor itu jadi mempertanyakan untuk investasi di negara A ketimbang negara B," terangnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Belinda Safitri
Editor: Belinda Safitri
Advertisement