Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Refleksi 2024 Industri Perbankan, OJK: Tetap Solid di Tengah Ketidakpastian Ekonomi Global

Refleksi 2024 Industri Perbankan, OJK: Tetap Solid di Tengah Ketidakpastian Ekonomi Global Kredit Foto: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Jakarta -

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai sepanjang tahun 2024, sektor perbankan Indonesia kembali menunjukkan daya tahan (resilient) di tengah ketidakpastian global dan tantangan ekonomi domestik.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae menyampaikan bahwa OJK terus mencermati perkembangan volatilitas ekonomi global dan dampaknya kepada ekonomi domestik serta perbankan Indonesia.

“OJK juga meminta bank-bank agar terus memperhatikan aspek kehati-hatian (prudential banking), profesionalisme, inovatif, dan selalu menjaga integritas untuk bisa mencapai pertumbuhan yang tinggi, sehat dan berkelanjutan,” kata Dian dalam keterangan resmi, Jakarta, Selasa (31/12/2024).

Baca Juga: OJK Pastikan Tugas Bappebti Mulai Berallih pada 10 Januari 2025

Berdasarkan data Oktober 2024, kinerja intermediasi perbankan tetap kuat tecermin melalui pertumbuhan kredit (bank umum) yang baik yaitu sebesar 10,92 persen (yoy), meningkat dari periode yang sama tahun sebelumnya (8,99 persen, yoy).

Sementara itu, penyaluran kredit UMKM tetap tumbuh sebesar 4,76 persen (yoy) yang didominasi oleh sektor perdagangan besar dan eceran serta pertanian. Di sisi lain, DPK juga masih tumbuh yaitu sebesar 6,74 persen (yoy), meningkat dari tahun sebelumnya (3,43 persen, yoy) sehingga menjadi salah satu faktor pendorong terjaganya likuiditas perbankan.

Kondisi likuditas bank umum juga terpantau memadai sebagaimana tecermin dari rasio AL/NCD dan AL/DPK masing-masing sebesar 113,64 persen dan 25,58 persen, jauh di atas threshold masing-masing 50 persen dan 10 persen.

Dian mengatakan, tingkat permodalan juga solid dengan CAR sebesar 27,02 persen meskipun menurun dari tahun sebelumnya didorong oleh pertumbuhan ATMR yang tumbuh 9,44 persen (yoy), sejalan dengan pertumbuhan kredit, dan melampaui pertumbuhan modal. Risiko kredit juga terpantau membaik dengan rasio NPL gross yang menurun menjadi sebesar 2,20 persen dan NPL net stabil yaitu 0,77 persen.

Selain itu, industri perbankan syariah juga mencatatkan kinerja yang baik tecermin dari aset perbankan syariah yang tumbuh 12,50 persen (yoy), lebih tinggi dari tahun sebelumnya sebesar 10,49 persen (yoy). Selain itu, penyaluran pembiayaan juga tumbuh 13,24 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan tahun lalu (12,22 persen, yoy) dan diikuti DPK yang tumbuh sebesar 10,43 persen (yoy).

“Kinerja perbankan syariah yang baik tersebut juga ditopang oleh kondisi permodalan yang kuat tecermin dari CAR sebesar 25,59 persen, jauh di atas threshold,” imbuhnya.

Selanjutnya, Bank Pembangunan Daerah (BPD) juga berkembang dari fungsi intermediasi yaitu kredit yang tumbuh sebesar 7,55 persen (yoy) dan DPK yang tumbuh mencapai 4,35 persen (yoy) serta ditopang oleh kondisi permodalan yang tinggi dengan rasio CAR mencapai 24,86 persen.

Sejalan dengan kinerja bank umum, kinerja BPR dan BPRS juga baik kendati pertumbuhan kredit/pembiayaan serta DPK melambat dibandingkan tahun sebelumnya. Rasio permodalan juga solid dengan CAR BPR dan BPRS masing-masing sebesar 31,16 persen dan 22,46 persen.

Jumlah BPR dan BPRS menunjukkan tren menurun karena merger dalam rangka pemenuhan kewajiban modal inti minimum dan ketentuan single presence policy. Tercatat pada Oktober 2024 jumlah BPR/S mencapai 1.544 dan terus mengalami penurunan dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir. 

Baca Juga: BPR Ramai Berguguran, OJK: Demi Perkuat Industri Perbankan

Sementara itu, sejak 2023 hingga 4 November 2024 terdapat 53 BPR dan BPRS yang melakukan konsolidasi menjadi 17 BPR dan BPRS. Selanjutnya terdapat 75 BPR dan BPRS yang sedang dalam proses perizinan dan nantinya akan menyusut menjadi 26 BPR dan BPRS. Konsolidasi dan penguatan kelembagaan dan kinerja BPR/S sesuai dengan amanat UU P2SK dan strategi OJK sebagaimana tercantum dalam Roadmap Pengembangan dan Penguatan Industri BPR dan BPRS (RP2B) 2024 – 2027.

Ia menyampaikan, ke depan, industri perbankan tetap perlu mencermati risiko pasar dan risiko likuiditas di tengah potensi kembali meningkatnya ketidakpastian global seperti risiko ketidakpastian suku bunga, perkembangan ekonomi Tiongkok, serta kebijakan tarif perdagangan yang tinggi yang dapat memicu trade war, sehingga berpotensi meningkatkan tekanan terhadap ekonomi domestik.

OJK juga senantiasa mendorong perbankan untuk menatap tahun 2025 dengan penuh keyakinan dan optimisme serta terus memperkuat manajemen risiko salah satunya dengan penguatan permodalan dan menjaga coverage CKPN yang memadai,” tuturnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Cita Auliana
Editor: Fajar Sulaiman

Advertisement

Bagikan Artikel: