Penerapan digitalisasi dalam sistem perpajakan menjadi langkah penting untuk menjawab tantangan modernisasi administrasi perpajakan di Indonesia. Sistem Inti Administrasi Perpajakan, atau CoreTax, dinilai sebagai solusi utama untuk mengintegrasikan berbagai fungsi perpajakan ke dalam satu platform digital yang efisien.
Direktur Eksekutif LBH Pajak & Cukai, Nelson Butarbutar, mengatakan CoreTax dirancang untuk mengonsolidasikan pendaftaran wajib pajak (WP), pelaporan pajak, pembayaran, pengawasan, dan penegakan hukum. Sistem tersebut dianggap sebagai keniscayaan di tengah kebutuhan modernisasi.
Baca Juga: KP2KP Nunukan Gencarkan Edukasi Pajak untuk Pelaku Usaha Sawit
“Saat ini, kita masih belum sepenuhnya menerapkan digitalisasi. CoreTax hadir sebagai jawaban untuk membenahi tata kelola perpajakan agar lebih efisien dan responsif terhadap perkembangan zaman,” kata Nelson dalam keterangannya, Jumat (10/1/2025).
Implementasi CoreTax berlandaskan pada berbagai regulasi yang menetapkan kerangka kerja dan pedoman teknis. Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2018 menjadi dasar pembaruan administrasi perpajakan untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas.
Selain itu, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 mengatur aspek teknis, termasuk prosedur pendaftaran, pelaporan, dan pembayaran pajak dalam CoreTax. Rencana strategis pelaksanaan sistem tersebut juga diatur lebih lanjut melalui PMK Nomor 483 Tahun 2020, yang mencakup pengembangan teknologi informasi dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia di Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Nelson menjelaskan, CoreTax membawa berbagai manfaat, termasuk mencegah pengemplangan pajak yang selama ini menjadi tantangan besar. Ia mencontohkan beberapa kasus dugaan pengemplangan pajak yang pernah dilaporkan LBH Pajak dan Cukai, seperti PT W di KPP Sorong yang diduga mengemplang pajak senilai Rp15.719.456.630,- miliar, CV D di Jakarta Utara yang beroperasi tanpa NPWP dengan dugaan kerugian negara Rp38.623.014.611,- miliar, dan PT PB di KPP Batam yang diduga mengemplang pajak sebesar Rp22.146.908.675,- miliar.
“Jika sistem ini diterapkan sepenuhnya, WP nakal akan sulit mengulang kejahatannya. Demikian juga oknum pajak yang korup akan berpikir dua kali sebelum melakukan tindakan serupa,” tegasnya.
Nelson juga memaparkan potensi CoreTax dalam meningkatkan rasio pajak terhadap PDB (tax ratio) melalui otomatisasi E-Filing dan E-Payment.
Sistem tersebut memungkinkan integrasi berbagai sumber data, deteksi potensi penghindaran pajak dengan algoritma berbasis kecerdasan buatan (AI), hingga memperluas basis pajak dengan memanfaatkan data dari platform digital seperti e-commerce dan fintech.
Selain itu, transparansi dan kemudahan akses informasi real-time bagi WP akan mendorong kepatuhan. Kolaborasi antarinstansi, baik pemerintah maupun swasta, juga akan memperkuat efisiensi dan pengawasan melalui pertukaran data nasional maupun internasional.
Keberhasilan negara lain seperti Estonia dengan sistem e-Tax Board dan India dengan Goods and Services Tax Network (GSTN) menjadi inspirasi bagi Indonesia. Namun, Nelson menekankan bahwa keberhasilan CoreTax sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusia di DJP.
Baca Juga: Pemerintah Telah Mengambil Langkah Strategis untuk Reformasi Perpajakan
“Personil DJP harus mumpuni dalam teknologi, memiliki kinerja maksimal, dan bermoral baik. Jangan sampai sistem ini gagal diterapkan karena diisi oleh orang yang gagap teknologi atau minim integritas,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait:
Advertisement