Terpilihnya kembali Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) membuat negara-negara lain merasa ketar-ketir dan mempersiapkan strategi terbaiknya untuk menghadapi AS, khususnya dalam perang dagang dan segala kebijakan yang bakal diambil oleh Donald Trump.
Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Presiden Prabowo Subianto, mengaku menyiapkan beberapa strategi untuk menghadapi ancaman kebijakan Donald Trump. Khususnya terkait dengan pengenaan tarif perdagangan yang lebih tinggi. Adapun upaya tersebut dilakukan melalui jalur bilateral.
Baca Juga: Presiden Prabowo Panggil Jaksa Agung dan Jajaran Jaksa Agung Muda Bahas Korupsi dan Perizinan Ilegal
Pasalnya, Trump pada periode kedua ini alias Trump 2.0 diyakini oleh banyak pihak membuat dunia cemas lantaran kebijakan proteksionismenya yang meluas. Trump, tak hanya menyerang China saja, dirinya juga berkomitmen dalam mengurangi defisit dengan negara-negara yang selama ini dianggap menyumbang defisit dalam jumlah besar. Jika ditilik pada data statistik perdagangan AS, maka Indonesia masuk ke dalam salah satu penyumbang defisit terbesar ke-15 negara adidaya tersebut.
Dalam keterangannya, Menteri Koordinator Perekonomian (Menko Perekonomian), Airlangga Hartanto, menjelaskan bahwa sejatinya AS telah mengenakan tariff kepada Indonesia. Adapun tariff impor yang dimaksud tersebut dikenakan untuk baju, sepatu, dan berbagai komoditas Indonesia. Lain halnya dengan Vietnam yang dibebaskan dari berbagai tariff tersebut.
"Jadi kita sudah agak imun dengan tarif yang dikenakan AS ke Indonesia," papar Airlangga, Senin (13/1/2025).
Meskipun demikian, dirinya menegaskan jika pemerintah Indonesia bakal menjalin kerja sama ekonomi bilateral. Tujuannya adalah agar mendapatkan penurunan tarif tersebut.
"Ya kita sedang minta akan ada kerja sama ekonomi secara bilateral supaya tarifnya kita turunkan," ujar Airlangga.
Lebih lanjut, kerja sama bilateral tersebut terjalin dalam bentuk free trade agreement (FTA) atau bahkan format kerja sama lainnya yang fleksibel. Airlangga menegaskan jika pihaknya tidak akan melakukan kerja sama via World Trade Organization (WTO). Hal ini dikarenakan fokus permasalahan yang diurus berbeda.
"Kalau WTO kan lain lagi, kita malah dipersoalakan di WTO untuk beberapa hal, kelapa sawit untuk nikel itu semua masuk WTO kita," ungkap Airlangga.
Dirinya juga menyinggung dampak kebijakan Trump tersebut di Asia. Menurut dia, negara-negara di Asia diprediksi akan kesulitan menghadapi kebijakan Trump terkait dengan perdagangan yang mana selama ini Trump mengancam untuk memberlakukan tarif 60% pada berbagai produk China serta 10 – 20% untuk tarif universal. Hal tersebut sudah digaungkan sejak kampanye Trump.
Dilansir dari BBC, Selasa (14/1/2025), Direktur Riset Ekonomi Moody’s Analytics, Katrina Ell, mengungkapkan jika Asia akan menjadi salah satu wilayah yang paling terdampak dan dirugikan oleh kebijakan tarif Trump tersebut.
Baca Juga: Diancam Perang Dagang, Indonesia Didorong Optimalkan Produktivitas Kebun Sawit
"Kebijakan perdagangan global Trump menimbulkan kecemasan khususnya di Asia, mengingat platform proteksionis yang kuat, di mana tarif yang lebih agresif pada impor ke AS telah dijanjikan," tutur Ell.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait:
Advertisement