Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Diancam Perang Dagang, Indonesia Didorong Optimalkan Produktivitas Kebun Sawit

Diancam Perang Dagang, Indonesia Didorong Optimalkan Produktivitas Kebun Sawit Kredit Foto: PGN
Warta Ekonomi, Jakarta -

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, mengatakan bahwa selama ini masalah produksi sawit yakni produktivitas per lahan yang rendah. Menurut dia, lahan sawit di Indonesia hanya menghasilkan rata-rata 12,8 ton per hektare untuk tandan buah segar (TBS) saja. Berbanding terbalik dengan negara tetangga, Malaysia, yang bisa menyentuh 19 ton per hektare TBS.

Oleh sebab itu, dia menyarankan untuk meningkatkan produktivitas sawit di Indonesia dapat ditempuh dengan intensifikasi lahan serta peningkatan teknologi pertanian.

Baca Juga: Industri Kelapa Sawit Kedatangan Asosiasi Baru, Siap Kebut Penerapan ISPO

"Apalagi di era perang dagang, sawit Indonesia rentan jadi sasaran proteksionisme negara maju. Justru dengan adanya EUDR (European Deforestation Regulation) yang harus dipastikan itu kebun sawitnya tidak bertambah luas tapi tambah produktif," ujar Bhima dalam keterangannya, dikutip Selasa (14/1/2025).

Untuk diketahui, EUDR yang diinisiasi oleh Uni Eropa yang diterpakan di akhir tahun 2024 namun ditunda setahun kemudian, mewajibkan perusahaan yang ingi mengekspor komoditas ke Eropa untuk melakukan serangkaian pemeriksaan kepatuhan serta mengambil tanggung jawab dalam memantau rantai pasok komoditas mereka. Hal ini dilakukan untuk mengatasi degradasi lingkungan serta perubahan iklim.

Lebih lanjut, Bhima pun menyebut bahwa pihaknya sudah memiliki kajian terkait dengan kebijakan moratorium atau penundaan pemberian izin baru untuk pembukaan perkebunan kelapa sawit.

Berdasarkan kajian dari CELIOS, kebijakan moratorium sawit ditambah dengan skema peremajaan sawit rakyat (PSR) atau replanting, dinilai mampu menciptakan kontribusi ekonomi pada tahun 2045. Apabila dirinci, output ekonomi yang didapatkan akan bertambah sebesar Rp28,9 triliun. 

Sementara itu, untuk Produk Domestik Bruto senilai Rp28,2 triliun dan pendapatan masyarakat naik sebesar Rp28 triliun. Kemudian, untuk surplus usaha senilai Rp16,6 triliun, penerimaan pajak bersih tercatat Rp165 miliar.

Kemudian untuk ekspor, senilai Rp782 miliar, pendapatan tenaga kerja senilai Rp13,5 triliun dan penyerapan tenaga kerja sebanyak 761 ribu orang.

Kendati ekspor sawit diprediksi menurun, namun CELIOS menjelaskan bahwa moratorium bakal meningkatkan daya saing di pasar internasional yang peduli lingkungan.

Dengan disahkannya Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit pada 19 September 2018 lalu, moratorium sawit resmi diberlakukan. Dan moratorium tersebut berlaku selama tiga tahun hingga September 2021 silam.

Sebagai informasi, Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni sebelumnya mengatakan jika ada rencana besar pemerintah dalam memanfaatkan lahan hutan untuk mendukung swasembada pangan, energi, dan air. Dalam pernyataan yang dilontarkan pada 30 Desember 2024 itu, Raja Juli mengaku jika pemerintah sudah mengidentifikasi serta memetakan 20 juta hektare kawasan hutan yang bisa dimanfaatkan demi memuluskan tujuan tersebut.

Di sisi lain, Yanto Santosa selaku Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) University mengungkapkan bahwa ada sekiitar 31,8 juta hektare kawasan hutan yang tidak berhutan atau statusnya terdegradasi yang bisa dimanfaatkan untuk pengembangan pangan dan energi.

Baca Juga: IPB: Ekspansi Kebun Sawit Bisa Jadi Solusi Aman dan Produktif atas Kebakaran Hutan

Baca Juga: Awasi Kebijakan Tarif, Ini Strategi Prabowo Melawan Ancaman Donald Trump

Menurut Yanto penambahan lahan sawit di kawasan hutan tersebut bukanlah kegiatan deforestasi apabila dilakukan di kawasan hutan yang sudah tidak berhutan atau terdegradasi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: