Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Restorative Justice Dirasa Janggal dalam Sengketa Saham PT Harum Resources dan PT ASM, Ny. Julia Santoso Gugat Langkah Hukum

Restorative Justice Dirasa Janggal dalam Sengketa Saham PT Harum Resources dan PT ASM, Ny. Julia Santoso Gugat Langkah Hukum Kredit Foto: Unsplash/Tingey Injury Law Firm
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kuasa hukum Ny. Julia Santoso, ahli waris Irawan Tanto yang mengklaim sebagai pemegang saham pengendali PT Harum Resources (HR) dan PT Anugerah Sukses Mining (ASM), Petrus Selestinus, mengungkapkan dugaan adanya intervensi dalam pengambilalihan posisi pemegang saham pengendali di PT HR. 

Intervensi ini diduga melibatkan tekanan terhadap Direktur PT HR dan PT ASM, Soter Sabar Gunawan Harefa (SSGH), yang kemudian melaporkan Julia Santoso ke Bareskrim Polri atas tuduhan tindak pidana penggelapan dan pencucian uang.

Menurut Petrus, sebelumnya SSGH berada di pihak Julia Santoso dalam menghadapi perselisihan dengan perusahaan asing, yaitu China Tianjin International Economic & Technical Cooperation Group Corporation (CTIE) dan Tianjin Jinshengda Industrial Co. Ltd (TJI Co. Ltd).

"Awalnya, SSGH mendukung posisi klien kami, Ny. Julia Santoso. Namun, situasi berubah setelah SSGH dilaporkan oleh TJI Co. Ltd ke Bareskrim Polri dan menjadi tersangka. Setelah penahanannya ditangguhkan dan kasusnya dihentikan dengan alasan restorative justice, SSGH justru bersekutu dengan TJI Co. Ltd dan melaporkan balik Ny. Julia Santoso," kata Petrus kepada wartawan, Selasa (14/1/2025).

Baca Juga: Investor Wajib Tahu! Begini Analisis Teknikal Saham ASII, BBRI, ADRO hingga INDF

Latar Belakang Kasus

Kasus ini bermula dari kerja sama bisnis pada 15 November 2013 antara PT HR dan PT ASM dengan CTIE dan TJI Co. Ltd. Kerja sama tersebut terkait usaha tambang dan penjualan bijih nikel. Namun, perselisihan muncul akibat dugaan wanprestasi, dan perjanjian menyatakan bahwa penyelesaian sengketa dilakukan melalui arbitrase di Singapura menggunakan hukum Indonesia.

Namun, pada 1 November 2021, CTIE dan TJI Co. Ltd melaporkan SSGH ke Bareskrim Polri atas tuduhan tindak pidana penipuan, penggelapan, dan pencucian uang. Kasus tersebut berakhir dengan penghentian penyidikan (SP3) berdasarkan mekanisme restorative justice, setelah SSGH menandatangani perjanjian perdamaian dengan TJI Co. Ltd.

Petrus menilai perjanjian perdamaian tersebut cacat hukum karena tidak melibatkan pemegang saham lainnya, termasuk Ny. Julia Santoso, yang memiliki 99% saham PT HR. Selain itu, ia menyatakan bahwa perjanjian tersebut juga tidak melibatkan CTIE, salah satu pihak dalam perjanjian kerja sama awal pada 2013.

Baca Juga: Sengketa Lahan Masih Marak Terjadi, Kasus di Kecamatan Medan Satria jadi Bukti Tumpang Tindih Ranah Hukum hingga Risiko Investasi

Kritik terhadap Mekanisme Restorative Justice

Petrus mengkritik pemberian SP3 kepada SSGH pada 6 November 2023. Menurutnya, penghentian penyidikan dengan alasan restorative justice tidak sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh KUHAP, terutama dalam kasus tindak pidana biasa.

"Selain itu, surat perdamaian yang dibuat antara SSGH mewakili PT HR dan PT ASM dengan TJI CO. LTD, juga karena kurang pihak yaitu pihak CTIE sebagai salah satu pihak dalam Perjanjian Kerjasama pada 15 November 2013, tidak dilibatkan dalam Surat Perjanjian Perdamaian tanggal 18 Oktober 2023. Menurut Petrus, seharus CTIE seharusnya dilibatkan sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan Perjanjian Kerjasama tanggal 15 November 2013 yang dipersoalkan dalam Laporan Polisi tanggal 1 November 2021.

"Apalagi perjanjian perdamaian itu dibuat saat SSGH masih berstatus tersangka dan dikemas melalui mekanisme Restorative Justice, sehingga dipastikan SSGH selaku wakil PT HR dan PT ASM berada dalam keadaan tidak bebas bahkan masih tersandera oleh status tersangkanya," jelas Petrus.

Petrus juga menyoroti dan mengkritik keras SP3 terhadap SSGH yang diberikan pada 6 November 2023 lalu dengan alasan keadilan restoratif atau restorative justice. Padahal, kata Petrus, alasan RJ di luar kriteria demi hukum.

Menurut Petrus, dugaan tindak pidana yang dilakukan SSGH adalah tindak pidana biasa. Karena itu, penghentian penyidikan atas tindak pidana biasa dengan alasan perdamaian (RJ) tidak dibenarkan oleh KUHAP. KUHAP secara limitatif menetapkan alasan SP3, yakni hanya karena tidak cukup bukti, peristiwa tersebut bukan tindak pidana dan demi hukum. Alasan SP3 demi hukum, juga diatur secara limitatif, yakni jika nebis in idem, tersangka meninggal dunia dan daluarsa.

"Di sinilah cacatnya SP3 bagi tersangka SSGH yang diberikan Penyidik Dittipidter Bareskrim Polri No. SK.Sidik/90.a/XI/Res.1.11./ 2023/Tipidter, tanggal 6 November 2023, karena alasan dikeluarkan SP3 untuk SSGH adalah demi hukum, padahal SSGH masih hidup alias belum meninggal dunia, belum ada daluarsa dan tidak ada ne bis in idem," ungkap Petrus.

Lebih lanjut, Petrus mengatakan hal tersebut juga menunjukkan bahwa penyidikan dalam perkara SSHG berdasarkan Laporan Polisi No. LP/B/0664/XI/2021, tanggal 1/11/2021, berjalan tidak profesional, amburadul dan melanggar hukum, karena hanya memenuhi pesanan pihak ketiga.

"Dalam keadaan demikian, Ny. Julia Santoso dan anak-anaknya akan terus melakukan perlawanan secara hukum guna mendapatkan keadilan pada proses hukum selanjutnya yaitu Kejaksaan dan Pengadilan," pungkas Petrus.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: