Implementasi Rencana Usaha Penambahan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2025-2034 dipastikan akan mencaplok dana yang tidak sedikit. Dalam RUPTL baru ini, 71 Giga Watt (GW) kapasitas baru yang direncanakan akan dipasok 60% dari energi baru terbarukan (EBT).
Meski Indonesia dikaruniai kekayaan EBT yang melimpah, potensinya tersebar di daerah terpencil dan jauh dari pusat beban yang berada di perkotaan. Untuk mengatasi tantangan mismatch lokasi tersebut, dibutuhkan integrasi yang mencakup jaringan transmisi sepanjang 48 ribu kilometer (km).
Baca Juga: RUPTL PLN Mayoritas EBT, Bahlil: Jangkau Pertumbuhan Ekonomi 8%
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan, untuk jaringan transmisi atau yang disebut Super Grid PLN, dibutuhkan Rp 400 triliun. Sementara itu, untuk pengembangan pembangkit atau power plant, dibutuhkan pendanaan sekitar Rp 700 triliun. Artinya, langkah ini membutuhkan dana jumbo, sekitar Rp1.100 triliun.
"Sebagian besar (pendanaan) dari dalam negeri. Enggak dari APBN, enggak. Ini kan bisa PPA dan bisa IPP, kan dan IRR-nya kan bagus," ungkap Bahlil.
Baca Juga: Bahlil Jelaskan Hasil Pertemuan 3 Menteri, Bahas RUPTL PLN dan Tantangan Transisi Energi
Meski begitu, Bahlil optimis langkah ini merupakan salah satu jalan Pemerintah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8% selaras dengan langkah dekarbonisasi di sektor ketenagalistrikan Indonesia.
"Tapi yang jelas dalam perencanaan kita memang untuk sampai dengan 2034 dalam rangka mencapai pertumbuhan ekonomi 8% memang di atas 70 GW dan kita buat perencanaannya agak fleksibel. Jadi, ada target maksimal, ada target menengah, ada target paling rendah," tegas Bahlil.
"Artinya pengadaan power plant itu tergantung dari kebutuhan dan pertumbuhan ekonomi. Jadi kita sesuaikan, dan kita sudah menyiapkan sampai dengan target 8%," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement