Cerita Nelayan Batam Berburu Ikan Dingkis di Tengah Teror Buaya Penangkaran Lepas
Kredit Foto: Romus Panca
Siang itu cuaca sedikit mendung saat Tayib dan anak lelakinya pergi ke kelong (keramba) cacak di Kelurahan Pecong, Kecamatan Belakangpadang, Batam, Kepulauan Riau, Senin (27/1/25).
Di bulan Januari hingga Maret setiap tahun para nelayan setempat sibuk mengatur rencana dan strategi untuk berburu ikan dingkis yang bermigrasi dari laut dalam ke perairan dangkal dalam siklus bertelur.
Moment ini biasanya menjadi pertanda musim ikan dingkis bertelur tiba. Dibenak para nelayan Batam, potensi cuan di depan mata lantaran ada perayaan tahun baru Imlek yang membuat harga ikan tersebut melonjak fantastis.
Ikan dingkis atau dengan nama lain baronang susu, selalu menjadi primadona para nelayan Belakangpadang, Batam. Sebab dari harga normal Rp50 ribu- Rp100 ribu, ikan dingkis yang mengandung banyak telur bisa melonjak hingga Rp350 ribu-Rp450 ribu menjelang Imlek.
Baca Juga: Kunjungi SPBUN Maluku, Bahlil Pastikan Stok BBM Aman untuk Nelayan
Bila memasuki musim ikan dingkis bertelur, alat tangkap milik nelayan yang terbuat dari jaring kain yang dipasang dengan kayu berbentuk piramida menyamping akan dipenuhi jenis ikan ini lantaran berada dipesisir laut dangkal.
Dalam sehari, nelayan mampu menangkap rata-rata sekitar 60 kilogram ikan dingkis dari satu kelong atau keramba cacak tersebut. Kelompok nelayan berlomba mengumpulkan jenis ikan ini lantaran harganya yang melonjak untuk kebutuhan dalam negeri dan ekspor.
Para pengepul ikan yang biasa disebut toke akan sibuk menyatroni satu kelong nelayan ke kelong lainnya untuk membeli hasil tangkapan nelayan yang langsung dikirim ke Singapura dan Malaysia, karena tingginya permintaan di sana.
Tapi perburuan ikan dingkis menjelang perayaan Imlek tahun 2025, kata Tayib, sedikit berbeda dari tahun sebelumnya. Sebab, ada insiden tanggul penangkaran buaya di Pulau Bulan, Kecamatan Bulang, Kota Batam, Kepri milik PT Perkasa Jagat Karunia (PJK) yang jebol membuat ratusan buaya lepas ke laut.
Predator puncak rantai makanan itu, yang berada dalam penangkaran disinyalir lepas ke laut gugusan pulau-pulau sekitar membuat para nelayan khawatir saat melaut. Jebolnya tanggul yang membuat buaya lepas ke pemukiman bukan pertama kalinya. Tapi kata nelayan, insiden ini yang terparah melihat kerusakan tanggul yang cukup luas untuk ukuran aligator tersebut.
Paska lepasnya ratusan buaya penangkaran di Pulau Bulan, Batam, hasil tangkapan nelayan ikan dingkis menurun drastis. Kabar keberadaan predator yang lepas tersebut membuat nelayan sekitar was-was untuk pergi melaut.
Baca Juga: Jelang Imlek, Harga Ikan Dingkis Tembus Rp450 Ribu/Kilogram
Meski dari data terbaru tim terpadu telah berhasil menangkap sebanyak 37 ekor buaya penangkaran PT PKJ, tapi mayoritas nelayan mengaku masih takut untuk melaut dan menangkap ikan di kelong (Keramba).
Pengakuan nelayan, biasanya H-2 menjelang tahun baru Imlek 2025/2576, tangkapan nelayan jenis ikan dingkis yang mengandung telur sudah melimpah, karena siklus perkembangbiakan yang maksimal.
Pada tahun lalu, tangkapan nelayan dalam kurun waktu yang sama mencapai 60 kg setiap hari dengan metode dan pola penangkapan yang sama setiap tahun.
Salah satu nelayan H. Salam mengakui bahwa tahun ini hasil tangkapan nelayan bisa dibilang menurun drastis. Sebab, ada isu buaya lepas yang sedikit membuat nelayan khawatir.
“Tahun ini tangkapan nelayan, khususnya ikan dingkis sangat berkurang. Mukin disebabkan cuaca dan kabar buaya penangkaran yang lepas ke laut membuat nelayan tidak leluasa mencari ikan tersebut,” katanya, Selasa (28/1/25).
Pria paruh baya yang akrab disapa Kampos ini menjelaskan, untuk pasar lokal penjualan jenis ikan dingkis sangat mudah dan untuk kebutuhan ekspor ke Singapura juga memiliki harga ekonomis yang tinggi.
“Kalo penjualan tidak susah, karena momen tahun baru Imlek jenis ikan ini sangat diburu masyarakat Tionghoa sebagai hidangan tradisi bagi keluarga yang membawa berkah menurut kepercayaan mereka,” ujarnya.
Tayib mengaku, ketiadaan ikan dingkis tahun ini sedikit disebabkan oleh cuaca ekstrim yang mengakibatkan air laut keruh. Ditambah nelayan takut menyelam di kelong, lantaran banyak penampakan buaya di pesisir Batam.
“Hasil tangkapan ikan dingkis tahun 2025 ini, jauh dari tahun sebelumnya. Biasa nelayan pada H-2 Imlek sudah menghasilkan 60 Kg per kelong setiap hari. Kali ini hanya 11 Kg per kelong, bahkan hanya beberapa ekor saja hasil tangkapan nelayan per hari,” terangnya.
Baca Juga: PIS Turun Tangan Mewujudkan Ekonomi Hijau untuk Nelayan di Bali
Kepala Dinas Perikanan Kota Batam Yudi Admaji mengatakan, ikan dingkis identik dengan perayaan Imlek di Batam, Kepulauan Riau dan negara tetangga. Jenis ikan ini juga sebagai komoditas ekspor unggulan di Batam.
"Ikan ini sebenarnya ada sepanjang tahun, tapi biasanya akan migrasi ke pesisir untuk bertelur saat menjelang perayaan imlek. Menariknya ikan ini jarang dibudidayakan nelayan dan juga tidak bisa diburu secara berlebihan karena berada dilaut dalam," katanya.
Menurut Yudi, meski ikan ini diburu pada saat ingin bertelur, tetapi alat tangkap nelayan terbilang sangat tradisional dan dipastikan tidak mengancam habitat ataupun merusak ekosistem laut. Sebagai penyumbang devisa, ikan dinggis juga tercatat miliki nilai ekspor yang signifikan.
"Dari data Karantina tahun 2024, tercatat nilai ekspor ikan dingkis ke Singapura mencapai 1.158.874 kilogram dengan nilai Rp17,2 miliar. Puncak nilai ekspor biasa terjadi di bulan Februari-Maret setiap tahun, lantaran ada perayaan Imlek dan tingginya permintaan pasar global," ujarnya.
Yudi memastikan, perburuan ikan oleh nelayan menggunakan alat tangkap yang masih tradisional dan ramah lingkungan untuk menjaga kelestariannya. Jenis ikan ini secara turun-temurun juga menjadi sumber pendapatan nelayan saat perayaan Imlek setiap tahunnya sehingga patut dijaga.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Romus Panca
Editor: Belinda Safitri
Advertisement